Johannesburg (ANTARA News) - Piala Dunia 2010 Afrika Selatan belum berhenti menyuguhkan kisah dramatis.

Setelah runner-up Piala Dunia 2006 Perancis terkapar dan berkeping dikalahkan tuan rumah Afrika Selatan 1-2, giliran juara bertahan Italia tersungkur secara menyedihkan setelah dikalahkan Slovakia 2-3 di Stadion Ellis Park Johannesburg, Kamis.

Inilah untuk pertama kalinya sepanjang sejarah Piala Dunia, dua finalis sebelumnya, langsung tersungkur secara memalukan dan sama-sama terpuruk di klasemen masing-masing.

Yang menyedihkan, Italia tersisih bukan oleh klub raksasa, tetapi oleh Slovakia, negara yang baru pertama kali mencicipi kerasnya persaingan di Piala Dunia dan dari awal hanya punya target sederhana, yaitu sekedar memberikan kejutan.

Kekalahan 2-3 sudah cukup bagi juara dunia empat kali itu untuk terpuruk di dasar klasemen, berada di bawah Selandia Baru yang selama ini dianggap sebagai tim terlemah dari 32 negara peserta.

Sekitar 60.000 penonton yang menyesaki Stadion Ellis Park, Johannesburg seperti tidak percaya ketika tim asuhan pelatih Marcello Lippi yang begitu perkasa di kualifikas Zona Eropa, sudah kebobolan dua gol dengan mudah melalui pemain asal Turki Robert Vittek.

Pelatih Vladimir Weiss benar-benar menerapkan strategi yang brilian dengan memasukkan pemain tengah Kamil Kopunek meski pertandingan tersisa satu menit lagi.

Kopunek yang masih segar bugar langsung melesat seperti kijang, melewati dua pemain belakang lawan untuk memperdaya kiper Fererico Machetti, sehingga memperbesar keunggulan Slovakia menjadi 3-1.

Dalam kondisi tertekan dan gugup, Italia hanya mampu mencetak satu lagi gol untuk memperkecil ketinggalan menjadi 2-3.

Disaat para pemain Slovakia merayakan kemenangan seperti seolah-olah sudah tampil sebagai juara, Marcello Lippi yang tidak bisa menyembunyikan kekecewaan pun, berlalu ke kamar ganti, tanpa memberikan selamat kepada Weiss yang larut dalam kegembiraan bersama pemainnya.

Sebaliknya, seluruh pemain Italia memperlihatkan wajah seolah-olah tidak percaya dengan kekalahan tersebut. Bahkan penyerang Fabio Quaqriarella, pencetak gol terakhir, tidak kuasa menahan isak tangis sambil membenamkan wajahnya di rumput lapangan.


Terbaik Kedua

Pelatih Slovakia Vladimir Weiss usai pertandingan menegaskan bahwa inilah hari kedua terbaik sepanjang hidupnya. Hari terbaik pertama adalah saat kelahiran putranya yang juga bernama Vladimir.

"Setelah kelahiran putra saya, ini adalah hari terbaik kedua dalam hidup saya. Saya minta maaf kepada Italia, tapi ini adalah hari yang sangat fantastis bagi kami. Saya sangat bangga kepada tim yang mampu memperlihatkan telah memperlihatkan permainan tingkat tinggi," katanya.

Sebagai tim pendatang baru diantara 32 negara peserta dan berhadapan dengan raksasa sepak bola yang juga juara bertahan, Weiss mengaku tidak mengira bisa mendominasi pertandingan.

"Tentu saja kami tidak menduga bisa mengontrol pertandingan. Kami lebih baik, kami bertanding dengan sepenuh hati," kata Weiss.

Weiss yang sempat bersitegang dengan media Slovakia karena mengkritik strateginya setelah ditahan imbang 1-1 oleh Selandia Baru, mengakui bahwa mereka telah meraih kemenangan luar biasa dan mereka telah melampaui batas kemampuan sebenarnya.

"Bermimpi untuk menang pun kami tidak berani. Saya benar-benar gembira dan telah membuktikan bahwa kami pun sebenarnya mampu mencapai prestasi seperti ini," kata Weiss yang siap untuk menciptakan kejutan lanjutan.

Di babak 16 besar, Slovakia akan berhadapan dengan raksasa lainnya, yaitu Belanda yang tidak terkalahkan dan tampil sebagai juara Grup E.

"Kami tidak punya beban saat berhadapan dengan Belanda. Kami tampil sebagai pendatang baru dan kami ingin membuat semua orang terkejut," katanya.

Sementara itu Marcelllo Lippi secara kesatria menegaskan bahwa ia tidak akan mencari-cari alasan atas kegagalan tersebut.

"Saya akan bertanggung jawab penuh. Tidak ada alasan karena ketika sebuah tim turun ke lapangan dengan rasa takut, maka mereka tidak akan bisa menampilkan permainan terbaik. Itu artinya pelatih tidak mampu menyiapkan mereka dengan benar, baik secara psikologis, teknis maupun secara fisik," kata Lippi yang juga berjasa saat mengantar Italia ke tangga juara pada 2006 di Jerman.

Pemain veteran Gennaro Gettuso yang tampil tidak meyakinkan sehingga diganti pada babak kedua, mengakui bahwa sepak bola Italia sudah mencapai titik terendah, sehingga ia pun sadar bahwa mereka akan menghadapi cercaan setiba di Tanah Air.

"Dulu waktu kami memenangi Piala Dunia, mereka menyebutkan kami "Kesatria Pekerja Keras", tap sekarang mereka akan menyebutkan kami "Kesatria Yang Memalukan," katanya.

"Tapi itu biasa. Sepak bola Italia perlu melakukan evaluasi karena kami sekarang memang mencapai titik terendah. Kami memerlukan sesuatu yang baru," katanya.

Piala Dunia yang akan berakhir pada 11 Juli mendatang, masih menyisakan empat pertandingan lagi di penyisihan Grup G dan H. Tidak tertutup kemungkinan kejutan demi kejutan akan terus terjadi pada pertandingan berikutnya.

Sementara Perancis dan Italia yang meski tidak akan bertemu lagi seperti yang mereka lakukan di Piala Dunia 2010, setidaknya akan bertemu di bandara, saat akan pulang ke negara masing-masing. (A032/K004)

Pewarta: Oleh Atman Ahdiat
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010