Johannesburg (ANTARA News) - "Tidak apa-apa, Anda tidak akan diganggu karena saya sudah kenal beberapa warga disini," kata Alex Alamsyah, seorang pengusaha muda Indonesia kepada ANTARA saat memasuki komplek perumahan Cosmo City yang didominasi kaum kulit hitam kelas bawah di barat laut Johannesburg.

Alex, pengusaha asal Padang berusia 29 tahun itu, memang sudah sering keluar masuk daerah tersebut untuk memasok produk yang didatangkan dari Indonesia, di antaranya mie instan dan rokok.

Mereka yang "nyasar" ke perumahan kelas bawah tersebut, terutama bila seorang diri, bisa menuai masalah karena daerah tersebut tergolong tidak bersahabat, terutama mereka yang bukan kulit hitam.

Sudah sering terdengar kamera orang asing yang masuk ke komplek tersebut dirampas karena mereka tidak senang jika ada urang tidak dikenal yang memotret mereka.

Saat keluar dari mobil dan kemudian berjalan menuju rumah seorang warga, terlihat beberapa pemuda kulit hitam sedang berkumpul di pinggir jalan. Salah seorang diantaranya menenggak bir. Tidak kurang dari sepuluh botol bir kosong tergeletak di dekat kursi yang mereka duduki.

ANTARA dapat merasakan sorot mata cukup tajam dari mereka saat keluar dari mobil yang diparkir tidak jauh dari tempat mereka berkumpul. Cerita-cerita seram mengenai orang asing yang menjadi korban perampokan di komplek orang kulit hitam, segera bermunculan.

"Tapi jika sudah kenal, mereka sebenarnya sangat baik dan bersahabat," kata Alex mencoba menenangkan.

Alex yang sudah empat tahun tinggal di Johannesburg, memang sengaja mengajak ke perumahan Cosmo City untuk melihat kehidupan kelompok kulit hitam kelas bawah disana.

Sebagai pengusaha, Alex sengaja membuka pasar bagi produk Indonesia untuk kelompok kelas bawah karena pasar tersebut masih terbuka lebar, terutama produk mie instan dan rokok.

ANTARA yang datang dengan beberapa rekan wartawan lain peliput Piala Dunia 2010, untuk beberapa saat sempat menjadi pusat perhatian beberapa warga setempat. Tapi setelah beberapa saat menyesuaikan diri dan berbaur dengan warga, suasana dan ketegangan pun mulai mencair. Pemuda yang duduk bergerombol sambil menenggak bir itu pun dengan ramah membalas lambaian tangan.

Rumah yang dituju adalah milik keluarga Rebecca Dibolayi Mokhine (22 tahun), keluarga yang sudah dikenal dengan baik oleh Alex karena salah satu pelanggannya.

Di rumah berukuran tipe 36 dengan dua kamar tersebut, Rebecca tinggal bersama seorang anak berumur dua tahun dan suaminya.

Tapi yang menarik dari rumah tersebut adalah, ternyata rumah yang mereka tempati sejak empat tahun lalu itu merupakan pembagian secara gratis oleh pemerintah Afrika Selatan.

Rumah gratis tersebut rata-rata mempunyai luas 36m, dengan dua kamar tidur diatas tanah seluas 250m persegi. Untuk ukuran Afrika Selatan, corak rumah tersebut hampir mirip dengan proyek rumah sangat sederhana (RSS) di Indonesia, tapi dengan luas tanah untuk jenis real estate.

Tapi berbeda dengan kualitas bangunan RSS di Indonesia yang asal-asalan, bangunan rumah untuk masyarakat kelas bawah tersebut tergolong sangat bagus karena lebih kokoh, meski tidak diplester.

Fasilitas yang diperoleh Rebecca bisa membuat iri masyarakat miskin Indonesia karena selain rumah diperoleh secara gratis dari pemerintah, mereka hanya perlu mengeluarkan 150rand (Rp150 ribuan) sebulan untuk listrik dan 20 rand (Rp20 ribuan) untuk air bersih. Bahkan pemanas air bertenaga listriki yang bertengger di atap rumah mereka, juga diperoleh secara gratis.

Syarat yang diperlukan untuk mendapatkan rumah tersebut juga sangat sederhana dan tidak bertele-tele.

"Kami hanya perlu membuktikan bahwa kami memang tinggal di Zevenfontein dengan menunjukkan identitas," kata Rebecca menyebut tempat tinggal sebelumnya yang merupakan kawasan pemukiman kumuh yang sengaja dikosongkan oleh pemerintah Kota Johannesburg.

Hampir semua warga Zevenfontein dan River Bend, daerah kumuh lainnya, mendapatkan rumah gratis di Cosmo City.

"Saya sangat gembira bisa pindah dan tinggal disini. Disini kehidupan lebih baik, ada sekolah gratis dan anak-bisa bisa bermain bebas di taman," kata Rebecca.

Jika dijual, rumah tersebut menurut Rebecca bisa laku sebesar 13.000 rand (Rp15,6 juta). Rebecca seperti tidak percaya ketika dikatakan bahwa di Indonesia, rumah dengan tanah seluas itu bisa berharga lebih dari 125.000 rand (Rp150 juta).

Rebecca kemudian menceritakan pengalamannya saat masih tinggal di gubug tanpa listrik dan air bersih, dengan dinding dan atap seng di sebuah kawasan kumuh Zevenfontein di Johannesburg.

Di gubug tersebut, ia harus berbagi tempat tidur dengan orang tua dan dua orang adiknya yang masing kecil.

Saat yang paling menyiksa adalah pada musim dingin karena mereka sama sekali tidak punya pemanas ruangan dan hanya mengandalkan batu bara untuk menghangat badan.

Mega Proyek
Sejak dibangun secara massal melalui proyek raksasa pada 2004, Cosmo City yang pada awalnya ditujukan oleh masyarakat miskin, namun dalam perkembangannya beberapa tahun kemudian telah menjelma menjadi kawasan yang dihuni oleh segala lapisan masyarakat.

Pemerintah pun membagi proyek tersebut dalam tiga kategori berdasarkan kemampuan warga, yaitu perumahan yang sama sekali gratis untuk warga miskin, seperti yang ditempati Rebecca, subsidi setengah dan dijual secara penuh. Untuk kelompok terakhir, rumah-rumah yang dibangun adalah rumah bertingkat dan dikelilingi tembok setinggi dua meter lebih.

"Saya belum menemui kasus ada warga yang pura-pura miskin agar mendapatkan rumah secara miskin," kata Rebecca ketika ditanya apakah ada orang yang bermain akal-akalan agar dapat rumah secara gratis.

Cosmo City adalah sebuah proyek bernilai 3,5 miliar Rand di areal kosong yang belum dimanfaatkan dan dilaksanakan oleh Kota Johannesburg bekerjasama dengan Propinsi Gauteng.

Perusahaan Codevco ditunjuk sebagai pengembang dan sekaligus pengelola perumahan yang sejauh ini baru mengembangkan areal seluas 115 hektar dan dalam beberapa tahun ke depan akan terus dibangun di areal baru.

Menurut Stanley Mahlalela, humas Codevco, nama jalan di Cosmo City tersebut diambil dari nama beberapa negara, kota dan benua. Jalan utama di bagian paling depan dinamai Jalan Afrika Selatan.

Sejauh ini terdapat lebih dari 5000 unit rumah gratis untuk masyarakat miskin dan 2.899 diantaranya ditempati oleh mereka yang sebelumnny tinggal di Zevenfontein dan River Bend.

Sementara rumah yang setengah bersubsidi berjumlah 3.000 unit, 468 diantaranya yang sudah ditempati. Dari total 3.300 rumah yang tidak bersubsidi, sudah 2.839 unit yang terjual.

"Seluruh warga yang berasal dari River Bend- kecuali mereka yang mendekam di penjara, sudah pindah ke Cosmo City. Masih ada sejumlah orang dari Zevenfontein yang menunggu giliran untuk dipindahkan. Saat ini, baru 3000 unit rumah dibawah Program Rekonstruksi dan Pembangunan (RDP) yang sudah ditempati oleh bekas warga di dua pemukiman itu," kata Mahlalela.

Karena Cosmo City dibangun di kawasan yang sangat penting sebagai penyangga kelestarian lingkungan, maka beberapa lokasi dijadikan sebagai titik konservasi.

Tidak mengherankan jika tidak jauh dari Cosmo City, sekawanan sapi dengan bebas berkeliaran mencari makan.

Proyek Cosmo City merupakan bagian dari mega proyek pemerintah Afrika Selatan yang dimulai dari 2001 untuk menyediakan rumah murah, sebagian gratis, bagi masyarakat kelas bawah dan sejauh ini sudah terbangun 1,1 juta rumah di seluruh negeri yang mengakomasi 5 juta jiwa.(A032/A038)

Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010