Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Polhukam Djoko Suyanto menyatakan aksi kekerasan yang akhir-akhir ini marak terjadi di beberapa tempat di tanah air bukan merupakan sebuah desain besar.

Usai peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Jakarta, Jumat, Djoko mengatakan, semua kasus kekerasan tersebut bersifat sangat lokal dengan penyebab yang tidak bisa diprediksi sebelumnya.

"Kalau kita lihat kasusnya, kan kasus-kasus sangat lokal. Saya belum melihat itu desain besar," ujarnya.

Djoko mencontohkan kasus di Tarakan, Kalimantan Timur, dimulai dari perselisihan anak-anak muda yang kemudian menyebabkan tewasnya salah satu tokoh adat setempat.

Aksi kekerasan di Jalan Ampera, Jakarta Selatan, merupakan masalah kelompok akibat kasus pembunuhan di klub Blowfish yang kasusnya tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan."Jadi, desain besarnya saya belum lihat," ujar Djoko.

Ia berpendapat semua kasus tersebut tidak bisa diduga dan diprediksi sebelumnya, namun bisa ditangani sangat cepat sehingga tidak meluas.

Menko Polhukam mengajak masyarakat agar tidak membebankan semua penanganan kepada kepolisian, namun harus turut aktif menjaga keamanan lingkungan.

"Pengamanan kita tegakkan, masyarakat jangan dibebankan kepada kepolisian. Masyarakat itu kan juga ikut aktif dalam menjaga lingkungannya. Jadi ini kerja keras kita semua, jangan hanya semua serba polisi sebab kejadian itu sangat-sangat tidak terduga. Seperti kemarin yang di Bekasi, siapa yang menduga," tuturnya.

Menurut Djoko, peledakan bom di Bekasi berikut penyerangan Mapolsek Hamparan Perak di Deli Serdang, Sumatera Utara, belum menunjukkan bahwa kelompok teroris kini semakin berani menyerang simbol negara terutama kepolisian.

"Ini kan sedang ditangani kepolisian, masih ditahan orangnya, masih menderita luka-luka. Dari situlah keterangannya nanti akan kita minta. Saya belum bisa menganalisa lebih jauh, serahkan saja kepada polisi, tangani dengan baik, diselidiki apa yang menjadi latar belakang," demikian Djoko.
(D013/R007)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010