Kenapa harus Gedung DPR yang masih aktif dipakai, bukannya cari tempat lain yang sedang tidak terpakai
Jakarta (ANTARA) -
Direktur Politik Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA) Rahmat Sahid menilai usulan agar Gedung DPR dijadikan rumah sakit darurat untuk pasien COVID-19 sebagai ide latah.
 
Rahmat Sahid dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa, mengatakan usulan seperti itu cenderung sekadar ingin membuat sensasi dan bikin heboh ruang publik.

Dia mengutarakan penilaian itu juga sebagai respons terhadap usulan yang disampaikan influencer kesehatan dr Tirta Mandira Hudhi.
 
Menurut Rahmat, kalau mau memanfaatkan kewenangan yang dimiliki, maka DPR secara kelembagaan jauh bisa lebih berkontribusi terhadap penanggulangan COVID-19 daripada sekadar menjadikan Gedung DPR sebagai RS darurat.
 
“Jangan malah latah, apa yang dilakukan Presiden Jokowi menjadikan Asrama Haji Pondok Gede sebagai RS darurat, kemudian (latah) mengusulkan gedung dewan juga dijadikan hal sama. Itu usulan yang tidak sebanding, dan malah sebaliknya, itu usulan yang tidak substantif,” katanya
 
Rahmat mempertanyakan mengapa usulan tersebut harus menggunakan Gedung DPR, jika yang dicari adalah area luar ruang (outdoor) yang luas untuk RS darurat.
 
“Kenapa harus Gedung DPR yang masih aktif dipakai, bukannya cari tempat lain yang sedang tidak terpakai,” kata Rahmat mempertanyakannya.
 
Mantan aktivis mahasiswa Forum Kota (Forkot) itu mengatakan, kewenangan politik DPR tidak sebanding kalau dibandingkan dengan usulan remeh-temeh dan hanya agar pengusulnya terkesan berempati saat pandemi.
 
Sebab, lanjut dia, logikanya kapasitas Gedung DPR jika dijadikan RS darurat secara kualitas dan kuantitas perbantuannya tidak akan signifikan.
 
Menurut dia, DPR secara kelembagaan seharusnya tidak boleh terdesak menerima usulan seperti itu yang hanya untuk meraih citra seolah lembaga peduli terhadap nasib rakyat.
 
“Masih banyak yang bisa dilakukan DPR untuk menunjukkan keberpihakannya terhadap rakyat di tengah pandemi ini. Jauh lebih optimal jika DPR secara kelembagaan, memaksimalkan peran dan kewenangannya untuk efektivitas penanggulangan COVID-19," kata dia.
 
Contoh keberpihakan terhadap rakyat di tengah pandemi yang dapat ditiru, kata Rahmat, seperti upaya yang dilakukan Ketua DPR RI Puan Maharani yang gencar menyukseskan program vaksinasi.
 
"Contoh konkret yang harusnya ditiru adalah apa yang dilakukan Ketua DPR (Puan Maharani) yang turun ke daerah untuk menyukseskan program vaksinasi dan pengawasan. Coba semua anggota dewan melakukan itu," ujarnya lagi.
 
Kemudian, lanjut dia, anggota DPR juga melakukan fungsi monitoring ke daerah-daerah, khususnya di daerah pemilihan masing-masing.
 
"Khususnya di daerah pemilihan masing-masing, apakah semua fasilitas rumah sakit khususnya milik pemerintah sudah optimal dalam melakukan pelayanan di tengah kondisi pandemi saat ini," kata Rahmat pula.
 
Menurutnya, jika semua anggota DPR bisa melakukan seperti apa yang sudah dilakukan Puan di Surabaya dengan membawa 30.000 dosis vaksin, serta 20.000 dosis vaksin untuk warga Jawa Tengah, di Solo, Boyolali, Sukoharjo, dan Klaten tentunya menjadi gerakan yang luar biasa dan sangat membantu percepatan program vaksinasi.
 
"Bisa dibayangkan jika satu anggota DPR membawa 50.000 dosis vaksin ke dapil masing-masing, maka jumlah populasi yang mendapatkan vaksin dari kerja-kerja DPR sudah mencapai 28 juta," ujar Rahmat.
 
Kerja-kerja konkret lain adalah dengan membawa program nyata terkait fasilitas kesehatan dan obat-obatan untuk masing-masing untuk daerahnya, katanya pula.
Baca juga: Partai Demokrat setuju Kompleks Parlemen jadi opsi RS Darurat COVID-19
Baca juga: Anggota DPR usulkan Gedung Parlemen jadi RS Darurat COVID-19
 

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021