Jakarta (ANTARA News) - Dua organisasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) menyerahkan masalah penunjukan tunggal konsorsium perlindungan TKI kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena sudah masuk ranah hukum.

Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani dan Sekjen Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) Rusdi Basalamah di Jakarta, Senin, menyatakan Kemenakertrans melalui Kapus Humas dan Kabiro Hukum bisa saja membantah dan mengklarifikasi proses penunjukkan tunggal tersebut, tetapi proses hukum kini ada di KPK.

"Biarlah tugas KPK dan KPPU yang membuktikan apakah proses penunjukkan tunggal tersebut tidak berindikasi penyimpangan dan tidak berpontensi KKN, serta tidak melakukan praktik monopoli," kata Yunus.

Yunus juga berharap akan terbuka siapa yang bermain dibalik kejanggalan penunjukan tunggal konsorsium asuransi perlindungan TKI tersebut.

Sementara Rusdi mengatakan penunjukan tunggal itu aneh jika dikaitkan dengan peninjauan ke lapangan.

"Apa yang harus ditinjau jika anggota konsorsium yang ditunjuk pernah dua kali diskorsing, yakni dari Kemenakertrans dan BNP2TKI karena melanggar hal yang sangat prinsipil," katanya.

Transparansi, kata Rusdi, juga terkait dengan UU Pelayanan Publik dimana suatu keputusan harus dijelaskan, termasuk hasil akhir penilaian (scoring) serta filosofi terbitnya Permenakertrans tentang Perlindungan TKI.

Dia meminta KPK meminta keterangan dari semua pihak yang terlibat, terutama  PT Central Asia Raya (sebagai ketua konsorsium perusahaan asuransi) dan broker.

Tidak hanya itu, KPK juga mesti menanyai semua anggota tim seleksi yang ditunjuk Menakertrans Muhaimin Iskandar, Kepala Biro Hukum dan para staf khusus Menteri.

"Biar semuanya jelas dan bisa dipertanggungjawabkan. Kami tidak ingin perlindungan TKI menjadi ladang tertentu bagi regulator dan mengubah tujuan utamanya melindungi TKI," kata Rusdi.

Dia mengingatkan,  yang membayar asuransi TKI adalah perusahaan jasa TKI (PJTKI).

"Karena itu, kami merasa aneh jika regulasi itu mengabaikan masukan dan saran-saran PJTKI sebagai pihak yang terkena kebijakan kolutif seperti ini," kata Rusdi.

Sebelumnya, Kemenakertrans membantah tudingan ada penunjukan langsung terhadap penyelenggara asuransi bagi TKI.

"Proses seleksi dan verifikasi perusahaan dan konsorsium asuransi dilakukan dengan ketat dan menggunakan beberapa variabel utama," kata Kepala Biro Hukum Kemenakertrans Soenarno dalam konferensi pers di kantor Kemenakertrans, Jakarta, Minggu.

Variabel utama itu, memiliki pengalaman sebagai penyelenggara asuransi, memiliki aset terbesar di antara anggota konsorsium paling sedikit Rp2 triliun dan memiliki modal paling sedikit Rp500 miliar," katanya.

Selain itu, memiliki kantor cabang minimal di 15 daerah embarkasi, memiliki fasilitas sistem pendataan online dan memiliki deposito jaminan sebesar Rp2 miliar.

Soenarno menegaskan proses seleksi telah dilakukan sesuai ketentuan. (*)

E007/B013

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010