Kolombo (ANTARA News/AFP) - Mantan pemimpin militer Sri Lanka dan pemimpin oposisi yang ditahan, Sarath Fonseka, berjanji memperjuangkan demokrasi ketika ia dikawal keluar dari penjara Senin untuk menghadiri sidang pengadilan dalam kasus lain yang dituduhkan padanya.

Fonseka (59) mengatakan kepada para pendukungnya di luar Pengadilan Tinggi Kolombo, ia siap mengorbankan jiwanya dan tidak akan menghentikan perjuangan "bagi demokrasi".

"Saya siap mengorbankan jiwa saya," katanya di luar ruang sidang yang padat pengunjung. "Saya tidak akan menghentikan perjuangan."

Itu merupakan kemunculan pertamanya sejak ia mulai menjalani masa hukuman 30 bulan Kamis setelah putusan pengadilan militer.

Mantan jendral bintang empat itu mulai dipenjara pada Kamis malam setelah Presiden Mahinda Rajapakse mengukuhkan putusan pengadilan militer itu, yang disampaikan pada 17 September dalam kasus pengadaan barang-barang militer yang tidak tepat.

Fonseka berselisih dengan Rajapakse tak lama setelah menumpas gerilyawan Macan Tamil pada Mei tahun lalu dan mengakhiri perang separatis panjang di negara pulau itu.

Mantan jendral itu gagal mendongkel Rajapakse dalam pemilihan presiden pada Januari namun berhasil memperoleh kursi parlemen yang kemudian menjadi tidak pasti sejak ia dipenjara pada Kamis.

Fonseka memimpin oposisi Aliansi Nasional Demokratis, yang menuduh pemerintah memiliki dendam politik terhadap mantan pemimpin militer itu.

FOnseka dipuji sebagai pahlawan setelah pasukan yang berada di bawah komandonya menumpas Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) tahun lalu.

Pengacara Fonseka mengatakan, ia kini menghadapi tuduhan "menghasut orang untuk melakukan kekerasan" dengan mengatakan kepada surat kabar bahwa pemimpin-pemimpin pemberontak yang menyerah dieksekusi pada hari-hari terakhir perang separatis.

Jika terbukti bersalah, ia bisa dikenai hukuman penjara 20 tahun lagi.

Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei 2009 mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.

Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.

Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.

Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.

Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan.

Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.

Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.

Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.

Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.

PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala. (M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010