Padang (ANTARA News) - Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Andalas (UNAND) Padang, Sumatera Barat, Asrinaldi, M.Si berpendapat bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak perlu menyikapi berlebihan aksi yang dilakukan oleh RMS (Republik Maluku Selatan).

"Presiden tidak perlu khawatir dengan manuver yang dilakukan RMS karena jika disikapi dengan berlebihan mereka hanyalah sekelompok orang yang tidak punya kekuatan dan legalitas yang kuat," kata Asrinaldi di Padang, Rabu.

Hal tersebut disampaikannya terkait pembatalan kunjungan Presiden SBY ke Belanda karena alasan digelarnya persidangan yang dilakukan oleh pengadilan setempat untuk meminta ditangkapnya Presiden RI atas dugaan pelanggaran HAM berdasarkan pengaduan dari RMS.

"Kunjungan Presiden ke Belanda merupakan kunjungan resmi kenegaraan dalam rangka memperkuat hubungan diplomatik memenuhi undangan Pemerintah Belanda sementara persidangan yang diajukan RMS merupakan agenda setempat dan jelas ini adalah dua agenda yang berbeda," lanjutnya.

Menurutnya, secara protokoler kenegaraan tidak mungkin Presiden akan ditangkap oleh pengadilan tersebut karena memiliki prosedur yang panjang dan belum tentu tuntutan RMS dikabulkan oleh pengadilan tersebut.

"Apalagi pemerintah Belanda telah menjamin keamanan Presiden saat berada di sana serta tidak mengakui keberadaan RMS dan dianggap sebagai sebuah gerakan separatis sehingga tidak perlu dikhawatirkan tuntutannya," kata dia.

Dikatakannya terlalu cepat berpikir bahwa aksi yang dilakukan RMS merupakan sebuah ancaman padahal jelas mereka hanyalah sekelompok orang yang tidak punya kekuatan.

Asrinaldi menyayangkan Presiden yang terlalu cepat mengambil keputusan untuk membatalkan kunjungan karena secara diplomatik akan menimbulkan kerugian meskipun Pemerintah Belanda bisa memahami alasan pembatalan tersebut.

Kedepan, lanjut dia, Presiden perlu lebih memperkuat data dan informasi yang akurat agar bisa mengambil kebijakan yang tepat saat akan berkunjung ke suatu negara.

(ANT-207/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010