Yogyakarta (ANTARA News) - Pengembangan sistem pendidikan dan pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja bermanfaat untuk melindungi mereka dari risiko pernikahan usia dini, kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi, infeksi menular seksual, HIV/AIDS, dan kekerasan seksual.

"Pemberian akses pendidikan dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja diharapkan dapat meningkatkan kemandirian remaja dalam mengatur fungsi dan proses reproduksinya termasuk kehidupan seksualitasnya," kata Ketua Program Lentera Sahaja Widiastuti, di Yogyakarta, Senin.

Dengan demikian, menurut dia pada diskusi "Jogja Update: Pemenuhan Hak Kesehatan Reproduksi", hak-hak kesehatan reproduksi remaja dapat terpenuhi dalam meningkatkan kualitas hidup dan keturunannya baik fisik, mental maupun sosial dan terbebas dari rasa takut, tindakan kekerasan, dan diskriminasi.

"Pendidikan kesehatan reproduksi justru akan membuat remaja lebih dewasa dalam menyikapi masalah seksualitas, dan dapat membangun perilaku seksual yang lebih bertanggung jawab. Hal itu akan lebih efektif jika orang tua dan sekolah ikut berperan menyampaikan pesan mengenai seksualitas remaja," katanya.

Ia mengatakan sebagian besar orang tua memang tidak termotivasi untuk memberikan informasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi kepada remaja karena mereka takut hal itu justru akan meningkatkan terjadinya hubungan seks pranikah.

Padahal, menurut dia, anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orang tua atau sekolah cenderung berperilaku seks yang lebih baik daripada anak yang mendapatkannya dari orang lain.

"Keengganan orang tua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas juga disebabkan oleh rasa rendah diri karena rendahnya pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi," katanya.

Ia mengatakan tantangan utama dalam pendidikan kesehatan reproduksi adalah bagaimana mengatasi pandangan bahwa segala sesuatu yang berbau seks adalah tabu untuk dibicarakan oleh orang yang belum menikah, karena remaja sering merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya.

"Namun, faktor keingintahuan membuat mereka berusaha untuk mendapatkan informasi mengenai hal itu. Remaja sering merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seksual, sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa," katanya. (B015/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010