Jakarta (ANTARA News) - Rancangan Undang-undang tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK) menetapkan bahwa penetapan kondisi krisis oleh Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) harus mendapatkan persetujuan dari Presiden. "Dalam RUU tentang JPSK kita tambahkan bahwa penetapan kondisi krisis itu dengan persetujuan presiden. Jadi waktu Ketua KSSK (dijabat Menkeu) memutuskan, di situ sudah diikuti juga dengan persetujuan presiden," jelas Ketua Forum Stabilisasi Sistem Keuangan, Raden Pardede di Jakarta, Kamis. Raden menjelaskan, RUU JPSK juga mengakomodasi keinginan DPR dengan menambahkan penjelasan-penjelasan sehingga tidak ada kesalahpahaman atas ketentuan dalam RUU itu. "Kita buat penjelasan supaya tidak adakesalahpahaman, ada juga pasal yang benar-benar dicabut seperti mengenai imunitas pengambil keputusan," katanya. Menurut dia, untuk melindungi pengambilkebijakan maka yang bersangkutan harus melaksanakan sesuai dengan UU. "Kalau sudah melaksanakan sesuai uu, dia dituntut apalagi dia sudah pensiun, maka di situ kita taruh advokat supaya dia didampingi oleh penasihat hukum yang digaji oleh pemerintah. Jadi ada advokasi," katanya. Sementara itu mengenai perlunya badan khusus selain Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk mengurus lembaga keuangan bermasalah, Raden mengatakan, hal itu didasarkan pada pertimbangan ada banyak lembaga keuangan yang mengalami masalah berdampak sistemik. "Kalau misalnya ada 5 atau 10 bank bermasalah seperti 1997, apakah satu lembaga cukup, maka kita membuka kemungkinan adanya badan khusus, kita tidak menyatakan harus badan khusus," katanya. Ia mengatakan, berbeda dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dulu, kedudukan LPS dan badan khusus akan lebih kuat. Sementara itu Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono mengatakan, sebenarnya tidak ada perbedaan prinsip antara RUU JPSK dengan Perpu JPSK. "Secara prinsip tidak ada yang berbeda," katanya. Mengenai perlunya badan khusus di luar LPS, Boediono mengatakan, semua akan diatur dalam UU. "Apapun bentuknya, itu ada dalam UU," kata Boediono.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009