Yogyakarta (ANTARA News) - Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta terus memperjuangkan hak para Jugun Ianfu yaitu perempuan Indonesia yang menjadi korban seks tentara Jepang ketika menjajah Indonesia pada 1942 hingga 1945.

"Kami telah memperjuangkan melalui advokasi bagi para Jugun Ianfu, dengan menjalin, membina, serta memperluas jaringan dengan pihak-pihak terkait, baik itu dari dalam negeri maupun luar negeri," kata mantanDirektur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Budi Santosa, di Yogyakarta, Senin.

Ia mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai upaya, terkait dengan dampak dari advokasi itu. "Kami telah menanyakan ke `Human Rights Watch` yang bermarkas di New York, Amerika Serikat, agar efek dari advokasi ini lebih efisien," katanya.

Selain itu, ia juga mengatakan pihaknya terus memperjuangkan advokasi bagi para Jugun Ianfu dengan membangun opini secara luas.

"Kami membangun opini secara luas melalui media massa guna melahirkan kepedulian kolektif bahwa masalah Jugun Ianfu adalah persoalan hak asasi manusia (HAM), serta masalah kemanusiaan yang harus mendapatkan perhatian dari semua kalangan," katanya.

Budi Santosa yang telah melakukan advokasi selama 14 tahun bagi kepentingan para Jugun Ianfu itu, mengatakan, pihaknya juga telah mengklarifikasi kepada pihak-pihak yang terkait dengan Jugun Ianfu tersebut. "Hampir semua orang memiliki persepsi bahwa Jugun Ianfu seperti pekerja seks komersial, padahal yang sebenarnya mereka adalah perempuan yang menjadi korban kekerasan dan budak seks yang dilakukan tentara Jepang pada masa penjajahan Jepang di Indonesia dahulu," katanya.

Ia mengatakan berdasarkan survei dan pendataan yang dilakukan LBH Yogyakarta, sejumlah Jugun Ianfu kini sudah lanjut usia, dan bahkan ada beberapa orang yang telah meninggal dunia.

"Kami pernah melakukan pendataan terhadap para Jugun Ianfu di wilayah Yogyakarta, bahwa hingga saat ini jumlah mereka sebanyak 1.156 orang. Sedangkan di seluruh Indonesia jumlahnya sekitar 200.000 orang, dan tidak semuanya orang Indonesia, ada juga noni Belanda," katanya.

Ia mengatakan pihaknya telah menjalin kerja sama dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). "Dengan kerja sama tersebut kami berharap Komnas HAM dapat mendukung serta memperjuangkan semua hak-hak mereka," katanya.

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Hesti Wulandari mengatakan persoalan Jugun Ianfu merupakan masalah internasional. "Pada 1993 Komisi HAM PBB telah mengangkat pelopor khusus untuk kasus kekerasan terhadap perempuan tersebut, dengan membuat ringkasan hasil investigasi kasus Jugun Ianfu," katanya.

Menurut dia, di Indoensia masalah Jugun Ianfu sampai sekarang belum selesai, dan Komnas HAM masih sering menerima sejumlah pengaduan dari para Jugun Ianfu yang selama ini mendapat perlakuan diskiriminatif, dan stigma negatif dari masyarakat umum.

"Komnas HAM telah memberi perhatian khusus bagi para Jugun Ianfu, dan melakukan upaya-upaya diseminasi di berbagai unsur masyarakat, dengan harapan bukan hanya stigma negatif tentang Jugun Ianfu yang akan berubah, tetapi juga adanya upaya-upaya pemerintah di daerah untuk meningkatkan harkat serta martabat mereka," katanya.

Selain itu, kata dia, pihaknya juga melakukan upaya-upaya lainnya guna memperjuangkan hak para Jugun Ianfu. "Kami berupaya memasukkan sejarah Jugun Ianfu ke dalam pelajaran sejarah di sekolah formal, dan diharapkan anggapan serta persepsi terhadap Jugun Ianfu tidak akan keliru," katanya.

Ia mengatakan pemerintah Indonesia mendapat dana bantuan dari Jepang bagi para Jugun Ianfu. "Dana sekitar Rp24 miliar dari Jepang yang seharusnya diberikan kepada para Jugun Ianfu melalui Departemen Sosial, justru digunakan untuk membangun sejumlah panti jompo di beberapa kota, di antaranya Yogyakarta dan Bandung," katanya.

Hesti Wulandari berharap pemerintah pusat dan pemerintah daerah lebih menaruh perhatian khusus kepada para Jugun Ianfu. (ANT-161/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010