Surabaya (ANTARA News) -  Pengamat politik dari Surabaya Prof Kacung Maridjan MA menilai, demonstrasi itu ibarat obat yang seharusnya dapat dijadikan energi untuk menyembuhkan "penyakit."

"Asal tidak anarkis, saya kira demo itu ibarat obat. Yang namanya obat itu pasti pahit, kecuali obat untuk anak-anak. Saya kira, pemerintahan sekarang bukan anak-anak," katanya kepada ANTARA di Surabaya, Selasa.

Ia mengemukakan hal itu menanggapi sejumlah elemen masyarakat yang berencana menggelar demonstrasi memperingati satu tahun pemerintahan Yudhoyono-Boediono pada 20 - 10 - 2010.

Di Makassar (19/10), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghargai kritik dan masukan sebagai bagian dari demokrasi sepanjang tidak anarkis dan menggulingkan pemerintahan yang sah.

Menurut Kacung Maridjan yang juga Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu, unjuk rasa memperingati setahun pemerintahan Yudhoyono-Boediono itu merupakan hal yang wajar dan normal di alam demokrasi.

"Itu bentuk kritik dari elit atau masyarakat kepada pemerintahan. Itu merupakan hal yang positif dan bisa menjadi energi untuk memperbaiki pemerintahan yang berjalan setahun itu," katanya.

Sebagai kritik, kata salah seorang Ketua PBNU itu, mungkin saja terasa pahit, tapi hal yang pahit itu dapat menjadi obat yang menyembuhkan penyakit.

"Karena itu, tanggapi kritik yang ada dengan lapang dada, kecuali bila memang anarkis. Itu soal lain," katanya.

Ditanya nuansa kritik itu, alumnus The Australian National University (ANU) itu menilai, setahun pemerintahan Yudhoyono-Boediono memang relatif efektif dalam enam bulan terakhir.

"Itu karena enam bulan pertama justru disibukkan dengan kasus Bank Century, sehingga pemerintahan dalam enam bulan pertama terkesan pecah," katanya.

Kondisi mulai normal, katanya, setelah Setgab terbentuk, karena sekretariat gabungan itu menumbuhkan kekompakan di kalangan pemerintahan.

"Mencuatnya kasus Bank Century memang patut disesalkan, karena itu bila kepemimpinan dalam selang waktu setahun mengundang banyak kritik, tentu hal yang wajar saja," katanya.(*)

(T.E011/S023/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010