Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah pengusaha sigaret kretek tangan (SKT) dan serikat pekerja hari ini menyuarakan kekhawatiran atas rencana pemerintah menaikkan tarif cukai 2011 sebesar 5 persen yang dianggap dapat berdampak buruk terhadap lapangan kerja di sektor SKT.

Menurut Ketua Paguyuban MPS, Djoko Wahyudi, dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Kamis Malam, pihaknya memahami sepenuhnya wacana pemerintah untuk kembali menaikan tarif cukai rokok guna memenuhi target penerimaan negara tahun depan.

Namun pemerintah diharapkan bijaksana menetapkan nilai kenaikan tarif cukai khususnya bagi produk-produk pada kategori SKT mengingat kategori ini yang paling tinggi penyerapan tenaga kerjanya.

Ia menambahkan, sebagai pemilik usaha yang memiliki sekitar 60.000 orang karyawan yang menggantungkan hidupnya pada 38 unit MPS, tentunya yang diperlukan adalah terciptanya sebuah lingkungan yang menjamin adanya perlindungan dan kepastian berusaha.

Djoko mengatakan, terkait dampak menurunnya permintaan produk SKT, salah satu anggotanya di Pacitan terpaksa harus melakukan PHK pada sebagaian karyawannya. Kini jumlah karyawan di MPS Pacitan tinggal 1.450 orang dibandingkan ketika pertama kali diresmikan di tahun 2006 jumlahnya mencapai hampir 3000 karyawan.

"Pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari karena permintaan pasar terus menurun yang disebabkan beralihnya konsumen ke produk mesin. Pemerintah harus jeli melihat kondisi ini dan mempertimbangkan dampak serius yang timbul jika kebijakan kenaikan tarif cukai SKT tidak dapat melindungi nasib para pekerjanya," katanya.

Djoko menyuarakan komentar tersebut dalam acara yang diikuti oleh 38 pengusaha kecil dan menengah di Pulau Jawa anggota Paguyuban MPS bersama Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-SPSI (FSP RTMM-SPSI) dan PT HM Sampoerna Tbk (Sampoerna) untuk memperingatkan dampak buruk dari kenaikan tarif cukai pada sektor SKT.

Acara tersebut diadakan di MPS Bantul, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Para pengusaha SKT tersebut memproduksi rokok di bawah lisensi Sampoerna.

Sementara itu, Suluh Buadiarto, pemilik MPS Bantul mengatakan, Sebagai Mitra Produksi Sigaret kretek tangan, pekerja dan masyarakat merasakan manfaat terserapnya tenaga kerja maupun pertumbuhan ekonomi.

"Namun karena menurunnya permintaan akhir-akhir ini, pekerja kami turun pendapatannya seiring dengan turunnya jam kerja mereka.

Ketua Umum FSP RTMM-SPSI, Mukhyir Hasan Hasibuan, menyampaikan kekhawatirannya terhadap nasib 493.919 pekerja anggota FSP RTMM-SPSI mayoritasnya adalah pekerja di industri tembakau.

"Kami telah secara khusus mengirimkan surat kepada Bapak Presiden RI yang intinya mengharapkan Pemerintah untuk memberikan perhatian khusus dan perlindungan kepada para pekerja anggota kami yang utamanya bergantung pada sektor SKT," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Sampoerna menegaskan komitmennya untuk melindungi sektor SKT. "Dji Sam Soe dan Sampoerna Kretek merupakan bagian dari portfolio produk andalan kami dan total karyawannya tercatat sekitar 28.300 orang dan 18.000 di antaranya adalah dari karyawan SKT."

Melalui kemitraan dengan koperasi maupun pengusaha lokal, pertumbuhan ekonomi dan potensi tenaga kerja setempat telah berkembang pesat di sekitar 38 unit MPS yang tersebar di seluruh wilayah Jawa.

Menurut Markus Hozea, Head of Hand rolled Manufacturing, pihaknya senantiasa memainkan peran aktif dengan menyuarakan pandangan mengenai hal-hal penting, seperti regulasi tembakau dan kebijakan fiskal.

Dia menambahkan, Pemerintah sudah mengikuti Roadmap Industri Hasil Tembakau yang secara komprehensif dan berimbang mengatur arah kebijakan pemerintah untuk industri tembakau sampai dengan tahun 2020.

"Penentuan arah kebijakan fiskal seharusnya selalu mengacu kepada Roadmap tersebut karena memberikan kepastian bagi dunia usaha dan melindungi lapangan kerja," katanya. (ANT-135/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010