Jakarta (ANTARA News) - Politik global dan tatanan dunia baru kini cenderung menuju regionalisme yang perlahan menggeser peran PBB, kata seorang pakar hubungan internasional.

"Suka-atau tidak suka nampaknya politik global mengarah pada trend baru yaitu tren regionalisme, hal itu ditunjukkan dengan menguatnya Uni Eropa dan ASEAN serta beberapa kelompok di kawasan lain," kata Direktur Eksekutif Indonesia Institute of Strategic Studies (IISS), Begi Hersutanto, kepada ANTARA, Selasa.

Hal itu diperkuat kecenderungan ASEAN dalam melibatkan mitra-mitra strategis di sekelilingnya dalam dinamika yang ada seperti Jepang, China, Korea Selatan, India, Australia, Selandia Baru dan Rusia, sambung dosen President University itu.

Begi menilai, peran PBB sebetulnya masih sangat relevan sekarang ini hingga beberapa dekade ke depan, karena PBB tidak hanya berperan sebagai forum organisasi internasional, namun juga subyek hukum internasional untuk berbagai konsesus global.

Begi berharap PBB kberevolusi menjadi forum universal yang menjamin terciptanya "global governance" yang menjamin kesetaraan partisipasi bagi semua pihak yang mewakili kedudukan masing-masing negara dalam keanggotaan PBB.

"Struktur Dewan Keamanan PBB yang saat ini masih terdapat negara-negara yang duduk di kursi anggota tetap dengan Hak Veto-nya adalah hambatan bagi terciptanya reformasi PBB yang sedianya dapat mengakomodasi sebuah tatanan "pemerintahan global" itu," kata Begi.

Jerman, India, dan Afrika Selatan berupaya keras mendapat status keanggotaan tetap di DK-PBB hasil reformasi. Brazil yang kini memasuki tahun kedua keanggotaan tidak tetapnya di DK-PBB juga ikut mengampanyekan perubahan di tubuh badan PBB tersebut.

Perubahan struktural di DK PBB nampak masih menjadi "agenda kelas dua" dalam berbagai kesempatan, namun Duta Besar Inggris untuk PBB Mark Lyall Grant beberapa waktu lalu sempat menyambut baik rencana perubahan itu dan akan mendorong lahirnya DK-PBB baru pada 2011.(*)

KR-PPT/AR09


Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010