Yogyakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Gusti Kanjeng Ratu Hemas menyatakan, pemerintah daerah di sekitar Gunung Merapi telah berupaya maksimal mengantisipasi jatuhnya korban akibat letusan gunung api aktif di Pulau Jawa tersebut.

"Pemerintah daerah di sekitar Merapi sudah melakukan upaya maksimal untuk memberi peringatan kepada warganya dan sekarang yang perlu dilakukan adalah memberi perhatian kepada korban selamat agar tidak menderita dua kali," kata GKR Hemas usai mengunjungi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Sardjito di Yogyakarta, Rabu.

Ia mengatakan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diharap dapat memenuhi kebutuhan pengungsi serta korban Merapi.

Menurut dia, memang ada beberapa warga yang terjebak sehingga terkena awan panas Merapi, namun awan panas tersebut turun dengan sangat cepat sehingga tidak lagi bisa dihindari oleh masyarakat.

Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, awan panas memiliki suhu antara 600 hingga 800 derajat celcius dan kecepatan 200 kilometer per jam hingga 300 kilometer per jam bergantung pada kecuraman lereng.

Ia mengatakan, seluruh korban letusan Gunung Merapi tersebut akan ditanggung oleh pemerintah daerah, khususnya untuk biaya pengobatan di rumah sakit.

Selama berada di ruang instalasi forensik tersebut, GKR Hemas melihat korban meninggal akibat terkena paparan awan panas Merapi, termasuk tubuh yang diduga sebagai jenazah Mbah Maridjan.

"Saya masuk ke tiga ruang, khususnya ruang yang berisi jenazah yang baru datang tadi pagi," kata istri dari Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X itu.

Namun demikian, GKR Hemas belum berani menyimpulkan bahwa salah satu jenazah tersebut adalah benar juru kunci Gunung Merapi Mbah Maridjan.

Saat ditanya apakah keraton memerintahkan seluruh abdi dalem yang tinggal di lereng Merapi untuk segera turun, GKR mengatakan bahwa keraton tidak memiliki hak untuk menyuruh mereka turun.

"Itu adalah kesadaran mereka. Jika masih ada yang bertahan, maka itu semata-mata karena kepatuhan mereka. Pada dasarnya keraton setuju dengan semua langkah dari pemerintah daerah," katanya.

Sementara itu, mengenai jenazah yang diduga Mbah Maridjan, Hemas mengatakan masih akan mencocokkan berbagai hal karena secara pribadi belum terlalu mengenal Mbah Maridjan.
(E013/B010)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010