Jakarta (ANTARA News) - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia mendesak pemerintah untuk menghapus sistem kerja "outsourcing" atau tenaga lepas kontrak karena banyak penyimpangan dalam penerapannya yang memunculkan keresahan kaum pekerja.

Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Mathias Tambing di Jakarta, Jumat, mengatakan, konfederasi serikat pekerja/buruh menentang outsorcing yang tercantum dalam pasal 64-66 UU No.13/2003 meski pemberlakuannya didasari berbagai alasan.

Serikat pekerja memandang pemberlakukan sistem itu sebagai pemberlakuan perbudakan baru di era modern.

"Serikat pekerja/buruh masih terus berjuang agar sistem kerja outsourcing segera dihapuskan," kata Tambing. Dia menilai sistem tersebut tidak memberikan jaminan terhadap kelangsungan karier maupun masa depan pekerja.

Sementara mantan Menteri Penerangan Yunus Yosfiah mengimbau kaum pekerja tidak memaki-maki dan berlaku anarkis dalam menyampaikan aspirasinya.

"Meski hidup susah, tapi perilaku buruh tidak boleh anarkis. Tindakan anarkis akan menjadikan pekerja dibenci. Namun jika sopan dan damai maka akan disegani," kata anggota DPR itu.

Yunus dalam siaran pers KSPSI yang diterima di Jakarta, Jumat, menilai ada anggapan salah jika upah/gaji buruh murah dapat menjadikan investor lari.

Gaji buruh berkualitas harus tinggi, kata Yunus, karena akan meningkatkan kinerja dan efisiensi. Cara itu akan menarik investor, seperti di Jerman yang akhirnya unggul di bidang ekspor.

"KSPSI harus menuntut pemerintah segera menaikkan gaji buruh. Jangan mau menerima ketentuan upah minimum karena nilainya rendah," katanya.

Sebelumnya, bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2010, Tambing meluncurkan buku berjudul "Pokok-pokok Perjuangan Hukum Ketenagakerjaan".

Buku perdana setebal 144 halaman ini ditulis bersama Atum Burhanuddin SH, Sekretaris Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) KSPSI. Peluncuran buku berlangsung di gedung DPP KSPSI Pasar Minggu, Jakarta.

Pada kesempatan lain, Ketua LBH KSPSI Nurdin Singadimeja menilai penegakan hukum di bidang ketenagakerjaan masih lemah. Ini terjadi karena fungsi pengawas ketenagakerjaan belum melaksanakan tugas secara optimal.

Akibatnya, banyak kasus ketenagakerjaan yang semestinya ditangani pegawai pengawas, kenyataannya lebih banyak ditangani polisi. "Ini kesalahan prosedur yang merugikan buruh," katanya. (E007/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010