Kupang (ANTARA News) - Laut Sawu yang terletak di provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan daerah yang berbatasan dengan wilayah pesisir Negara Timor Leste dan beberapa pulau terdepan yang berbatasan dengan negara Australia.

Kawasan perairan ini juga merupakan daerah pelayaran dan masuk dalam alur lintas kepulauan Indonesia (ALKI III).

Laut Sawu memiliki sebaran tutupan terumbu karang dengan keragaman hayati spesies yang sangat tinggi di dunia serta merupakan habitat kritis sebagai wilayah perlintasan 14 jenis paus, termasuk dua spesies paus yang langka yaitu Paus Biru dan Paus Sperma.

Beberapa pulau di wilayah tersebut teridentifikasi sebagai lokasi peneluran penyu yang termasuk dalam daftar jenis langka dan terancam pada IUCN Red Data Book dan CITES.

Perairan Laut Sawu bermakna strategis bagi pembangnan di provinsi NTT, karena hampir sebagian besar kabupaten/kota di NTT sangat bergantung kepada Laut Sawu.

Hal ini terbukti, lebih dari 65 persen potensi lestari sumberdaya ikan di provinsi ini disumbang oleh Laut Sawu.

Selain potensi yang ada pada kawasan tersebut, juga terdapat beberapa permasalahan dan ancaman seperti perusakan terumbu karang, penurunan populasi hewan penting, praktek penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dan lain sebagainya.

Menyadari akan strategisnya Laut Sawu sebagai kawasan yang penting, maka atas dukungan Depertemen Kelautan dan Perikanan, Pemerintah Daerah NTT dan stakeholder terkait, telah dideklarasikan pencadangan Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu pada World Ocean Conference pada 13 Mei 2009 di Manado.

Pencadangan itu dilakukan dengan dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. Kep.38/MEN/2009 Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu dengan luas lebih dari 3,5 juta hektar, kata Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya.

Dia menjelaskan, luasan ini terdiri dari dua bagian yaitu wilayah perairan Selat Sumba dan sekitarnya seluas 567.165,64 hektar dan wilayah perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan sekitarnya seluas 2.953.964,37 hektar.

Untuk perairan Selat Pantar dan sekitarnya yang merupakan bagian dari Laut Sawu sebelumnya telah ditetapkan sebagai kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) dengan luas 400,000 hektar oleh Pemerintah Kabupaten Alor pada bulan Maret 2009.

Dia mengatakan kesempatan melibatkan pemerintah daerah dalam pembangunan Kawasan Konservasi Perairan Nasional merupakan arah dan teladan baru bagi pemerintah daerah.

Untuk itu diperlukan perumusan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan yang lebih berorientasi menunjang kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan, pelestarian keanekaragaman hayati laut dan dengan tetap memberikan pengakuan atas hak-hak masyarakat setempat.

Dalam kerangka ini maka dibutuhkan kesamaan visi dan misi melalui pemaduserasian kebijakan dan program antar pemangku kepentingan dalam berbagai tingkatan agar proses pembangunan di kawasan TNP Laut Sawu dapat dilaksanakan secara selaras dan berkelanjutan, kata Lebu Raya.

Kepala Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kupang M. Syaefudin mengatakan, bersama Tim Pengkajian Penetapan dan Perancangan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Laut Sawu, Pemerintah NTT serta pemerintah kabupaten telah melakukan berbagai studi dan kajian terkait dengan rencana pengelolaan TNP Laut Sawu sebagai langkah penyelamatan terhadap potensi di perairan itu.

Beberapa studi dan kajian yang telah dilakukan antara lain, kajian kebijakan, peraturan dan kelembagaan, pengembangan mata pencaharian alternatif, conservation action plan (CAP), mekanisme pendanaan dan financial, Lesser Sunda MPA Network, jalur migrasi dan kondisi setasea.

Selain itu juga telah tersedia beberapa studi dari beberapa pihak baik lembaga penelitian, pemerintah maupun instansi terkait lainnya, tambah Ketua Tim Pengkajian, Penetapan, dan Perancangan Kawasan Konservasi Perairan (PPPPKKP) Laut Sawu, Jotham Ninef.

Jotham Ninef menambahkan rangkaian studi tersebut bermuara pada dihasilkannya draft Dokumen Rencana Pengelolaan RNP Laut Sawu.

Dokumen yang telah dihasilkan meliputi beberapa aspek pokok. Aspek keadaan umum meliputi kondisi geografis, bioekologis, dan sosial-ekonomi dan budaya.

Selain aspek kebijakan pembentukan dan pengelolaan TNP Laut Sawu terutama ditekankan pada pengembangan wilayah, perikanan dan kelautan, pariwisata, masyarakat pesisir, pelayaran, ilmu pengetahuan dan konservasi.

Untuk aspek pengelolaan kawasan meliputi penataan kawasan, daya dukung kawasan, pemanfaatan kawasan, penelitian dan pengembangannya, perlindungan dan pengamanan potensi kawasan, pembinaan kelembagaan, koordinasi, pembangunan sarana dan prasarana, pembinaan partisipasi masyarakat dan pemantauan dan evaluasi, katanya.

Aspek pendanaan meliputi sumber dan system pendanaan, pengelolaan dan pengembangan dan alternatif pendanaan mandiri, katanya.

Menurut dia, dokumen Rencana pengelolaan TNP Laut Sawu yang disusun telah dikonsultasikan ditingkat region dengan menghimpun stakeholder terkait baik dari unsur pemerintahan, LSM, asosiasi profesi, tokoh masyarakat/agama serta masyarakat nelayan.

Berdasarkan diskusi terfokus yang dilakukan mulai dari jenjang kabupaten, provinsi dan nasional, telah diperoleh usul dan saran yang sangat bermanfaat untuk melengkapi dokumen tersebut.

Tim penyusun sedang merevisi dokumen tersebut sehingga diharapkan dapat memenuhi harapan semua pihak.

Dia menambahkan agar dokumen Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu dapat menjawab tuntutan kebutuhan pengembangan TNP Laut Sawu yang berbasis pada kebutuhan masyarakat, maka telah dibahas lagi secara lebih terfokus di tingkat Provinsi NTT.

Proses ini diarahkan dalam rangka memantapkan substansi dokumen meliputi tinjauan umum pengelolaan, visi dan tujuan pengelolaan, aspek biologi, lingkungan, sosial ekonomi, keuangan, penegakan hukum, dan kelembagaan sebelum memasuki tahap akhir pembahasan di tingkat nasional, kata Jotham Ninef.
(T.B017/P003)

Oleh Oleh Bernadus Tokan
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010