Jakarta (ANTARA News) - Provinsi DKI Jakarta memerlukan sekitar 75 juta lubang resapan biopori untuk mengurangi banjir, kata Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta Peni Susanti.

"Idealnya ada 75 juta lubang biopori. Saat ini baru ada lebih dari tiga juta lubang biopori di lima wilayah DKI," kata Peni Susanti dalam seminar Krisis Lingkungan Hidup di DKI Jakarta, Rabu.

Peni mengatakan lubang resapan biopori akan membantu meningkatkan keanekaragaman hayati di bawah tanah sehingga akan membantu menambah resapan air.

Sebelumnya Kepala Bidang Teknologi Mitigasi Bencana BPPT Dr Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, Jakarta membutuhkan sedikitnya 3.000 sumur imbuhan selain biopori dan sumur resapan.

Sumur ini untuk mengatasi banjir sekaligus mengurangi amblesnya tanah dan defisit air tanah akibat terus disedotnya air tanah dalam.

"Sekarang sudah dibuat 83.003 sumur resapan dan 239.225 biopori di Jakarta untuk mengatasi banjir sekaligus untuk menangani bertambahnya defisit air tanah permukaan," katanya.

Teknologi yang mampu mengatasi peningkatan defisit air tanah dalam dan amblesnya tanah di Jakarta sekaligus mengurangi banjir, ujar pakar hidrologi tersebut, adalah teknologi sumur imbuhan atau injeksi yang di Jakarta saat ini baru ada 30 sumur.

Hanya saja tidak seperti biopori dan sumur resapan yang bisa dibuat secara massal karena bisa dibuat sendiri oleh masyarakat dan berbiaya murah, teknologi sumur imbuhan cukup mahal.

Pencipta lubang resapan biopori dari IPB Kamir R Brata mengatakan menciutnya kawasan hutan dan kawasan terbuka hijau di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi untuk perluasan lahan pertanian, permukiman, perkantoran, pertokoan, kawasan industri dan prasarana jalan mengakibatkan berkurangnya resapan air ke tanah.

Dia mengatakan, lubang resapan biopori teruji lebih mudah diterapkan dan lebih efektif untuk meresapkan air hujan dan pemanfaatan sampah organik pada berbagai tipe penggunaan lahan dibandingkan dengan teknologi SR yang sudah lama diperkenalkan. (N006/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010