Magelang (ANTARA News) - Sejumlah warga lereng Gunung Merapi yang sebelumnya menempati pengungsian di kota Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, memutuskan jalan kaki untuk relokasi ke pengungsian di Muntilan yang relatif lebih aman dari letusan susulan gunung api itu.

"Kami sebenarnya menunggu kedatangan armada angkutan evakuasi, tetapi tidak kunjung datang sehingga memutuskan jalan kaki menuju Muntilan," kata Gimono, warga Dusun Braman, Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun.

Gimono, mengatakan, jumlah pengungsi yang sebelumnya berada di Balai Desa Dukun dan memutuskan relokasi ke Muntilan dengan berjalan kaki sekitar 100 orang.

Ia mengatakan, sekitar 400 pengungsi lainnya telah diangkut ke Muntilan dengan menggunakan beberapa unit truk.

Kepala Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Yatin, di Magelang, Jumat mengatakan jalan kaki sejauh sekitar enam kilometer dimlai sekitar pukul 00.00 WIB dan tiba di salah satu penampungan pengungsi di kota Kecamatan Muntilan sekitar pukul 06.00 WIB.

Sepanjang perjalanan, katanya, suasana gelap karena aliran listrik padam, sedangkan jalan Dukun-Muntilan tertutup abu vulkanik yang turun cukup deras akibat letusan besar Merapi sekitar pukul 00.00 WIB.

Sebelumnya, mereka menempati pengungsian antara lain di Balai Desa Dukun, sekitar 15 kilometer barat puncak Merapi. Muntilan terletak sekitar 30 kilometer barat puncak Merapi.

Hingga pukul 08.48 WIB, hujan abu masih mengguyur Muntilan, jalan-jalan tertutup abu vulkanik Merapi cukup tebal. Beberapa orang yang berjalan kaki di jalan kampung Jagalan, di kota terbesar di Kabupaten Magelang itu mengenakan payung dan masker.

Mereka yang melintas menggunakan sepeda motor terlihat mengenakan jas hujan untuk melindungi dari terpaan abu.

Suara guguran cukup keras dari arah puncak Merapi juga masih terdengar dari kota di kawasan jalan utama Yogyakarta-Kota Magelang itu.

Toko-toko dan Pasar Muntilan di Jalan Pemuda di sepanjang jalur utama kota Kecamatan Muntilan tutup, sedangkan aliran listrik masih padam.
(ANT/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010