Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Universitas IndonesiaProf Sri Edi Swasono menyarankan, untuk menghentikan go public atau penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) perusahaan Badan Usaha Milik Negara strategis karena hal itu mengkhianati konstitusi.

"Rencana go public strategis terhadap perusahaan negara seperti, Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia Airlines (Garuda), dan PT Krakatau Steel (KRAS) yang sudah terjadi itu, merupakan penghianatan konstitusi karena merugikan sebagian besar rakyat Indonesia," kata Prof. Dr. Sri Edi Swasono dalam orasi ilmiah bersamaan dengan Dies Natalis XXV Wisuda Sarjana dan Wisuda Pasca Sarjana Universitas Mercu Buana (UMB) di Jakarta, Senin.

Ia menambahkan, saat ini banyak kalangan mengatakan  majunya perekonomian China dan India disebabkan oleh perusahaan negara yang melakukan privatisasi.

"Padahal, ungkapan itu sebagai penjerumusan masyarakat, karena apa yang dilakukan oleh negara China dan India pemerintah sebagai pengendali perusahaan yang go public, tidak seperti di Indonesia," ujarnya.

Orasi ilmiah tersebut dihadiri antara lain oleh keluarga cendana diantaranya, Siti Hardiati Rukmana (Tutut), Siti Hediati (Titik), pendiri UMB Probo Sutedjo, dan Ketua Badan Pengurus harian Yayasan Menara Bhakti Soehardjo Soebardi dan para pengamat pendidikan lainnya.

Pada kesempatan itu, Sri Edi juga menolak paham individualisme dan liberalisme yang kini berkembang di Indonesia.

Ia mengatakan, kemerdekaan Indonesia berdasarkan dua doktrin yaitu, pertama, kerakyatan dan kedaulatan yang berada di tangan rakyat dengan demokrasinya berdasarkan pada kebersamaan atas asas kekeluargaan dengan mekanisme musyawarah dan mufakat.

Sedangkan yang kedua, jelasnya, doktrin kebangsaan yang menekankan nasionalisme dengan mengutamakan kepentingan bersama yang bertumpu pada ruh kekayaan batin (Bhineka Tunggal Ika).

"Oleh karena itu, sistim perekonomian Indonesia harus menjauhi dari sistim individualisme dan liberalisme dengan mendorong berjalannya sistem ekonomi yang berbasis kerakyatan," tegas Sri Edi.

Ia mengatakan, neoliberalisme di Indonesia kelanjutan dari jaman penjajahan yang ditentang oleh Soekarno-Hatta, karena liberaslime adalah sukma dari kapitalisme yang berujung kepada diperbolehkannya penjualan aset-aset negara.

Ia mendefinisikan mengenai neoliberalisme yaitu, mekanisme penjajahan ekonomi baru yang mendorong mekanisme pasar bebas, yang menekan campur tangan negara seminimal mungkin. Sementara pasar bebas adalah topeng globalisasi ekonomi atau predator.

"Disinilah neorliberalisme menyebabkan kedaulatan gugur," ujarnya.
(KR-ZMF/S006)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010