Islamabad (ANTARA News) - Pakistan, Sabtu, mengatakan bahwa pihaknya tidak akan pernah mengizinkan perluasan operasi serangan pesawat oleh Amerika Serikat di wilayahnya.

Surat kabar The Washington Post, Jumat memberitakan bahwa AS sedang berusaha untuk memperluas daerah-daerah di Pakistan tempat pesawat tidak berawak milik Badan Intelijen Pusat AS (CIA)-- digunakan untuk melakukan pengintaian dan melancarkan serangan-serangan rudal-- dapat beroperasi.

"Menyangkut usaha-usaha AS untuk melancarkan serangan-serangan pesawat di luar daerah-daerah suku sikap Pakistan sangat jelas-- kami tidak akan pernah mengizinkan hal ini terjadi," kata juru bicara kementerian luar negeri Abdul Basit kepada AFP.

"Pihak Amerika seharusnya meninjau kembali kebijakan serangan pesawat tidak berawak mereka itu dan menghentikan serangan di daerah-daerah suku kami."

Washington meningkatkan serangan pesawat secara besar-besaran terhadap gerilyawan di daerah-daerah dekat perbatasan Afghanistan dalam dua bulan belakangan ini, dan beralasan pesawat itu sangat efektif dalam perang melawan Al Qaida dan sekutu-sekutu kelompok garis keras lainnya.

Tetapi kebijakan itu sangat tidak populer di kalangan masyarakat Pakistan yang menganggap tindakan militer di daerah Pakistaa itu sebagai melanggar kedaulatan nasional dan mengatakan beberapa serangan telah menewaskan warga-ara sipil yang tidak bersalah.

Mengutip para pejabat AS dan Pakistan yang tidak disebutkan namanya, surat kabar The Washington Post, Jumat memberitakan para pejabat AS sedang mengawasi daerah-daerah sekitar kota Quetta, Oakistan, tempat para pemimpin Taliban Afghanistan diperkirakan bersembunyi.

Permohonan itu juga berusaha memperluas perbatasan bagi serangan pesawat di daerah-daerah suku, kata berita itu.

"Serangan-serangan ini melanggar kedaulatan kami, menimbulkan kehancuran dan diatas itu semua menghasilkan satu generasi yang menderita akibat serangan pesawat itu," kata Basit.

Pakistan berulang-ulang mengatakan tidak ada pembenaran bagi serangan-serangan pesawat itu, menyebut tindaan itu sebagi "kontra produktif" dan pelanggaran terhadap kedaulatan negara itu, demikian AFP.

(H-RN/H-AK/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010