Seoul (ANTARA News/AFP) - Puluhan pemrotes Korea Selatan hari Rabu membakar bendera Korea Utara dan menyerukan pembalasan atas serangan mematikan Pyongyang di sebuah pulau perbatasan.

Satu kelompok yang mencakup sekitar 40 pemrotes, yang melakukan aksi mereka di dekat Kedutaan Besar AS, juga mendesak China bergabung dengan negara-negara besar lain dan mengutuk sekutunya, Korea Utara, atas serangan Selasa itu.

"China harus berhenti melindungi Korea Utara dan bergabung dengan masyarakat internasional," kata Park Chan-Sung, pemimpin kelompok itu.

"Pemerintah kita (Seoul) harus melakukan pembalasan keras terhadap Korea Utara karena memprovokasi kita," tambahnya.

Pemrotes mengibarkan spanduk-spanduk yang bertuliskan "Balas provokasi Korea Utara" dan "Pembalasan bagi pulau Yeonpyeong".

Mereka membawa gambar pemimpin Korea Utara Kim Jong-Il dan putranya yang diperkirakan akan menggantikannya, serta mencoretinya dengan tinta hitam.

Pemrotes dan polisi bentrok ketika Park membakar tiga bendera Korea Utara. "Mengapa anda menghentikan kami? Ini bendera musuh kita yang kami bakar!" teriak salah seorang pemrotes.

Di luar kementerian pertahanan, sekitar 110 pemrotes berunjuk rasa, dengan meneriakkan "Pembalasan!" Mereka juga membakar bendera-bendera Korea Utara dan foto Kim serta putranya, Jong-Un.

Serangan artileri Korea Utara menewaskan empat orang di pulau itu, melukai 15 marinir serta tiga warga sipil, dan menghancurkan 19 rumah.

Meski negara-negara besar dunia mengecam Pyongyang atas insiden mematikan itu, Beijing lagi-lagi bungkam, seperti juga ketika Korea Utara disalahkan atas penenggelaman sebuah kapal perang Korea Selatan pada Maret.

Ketegangan di Semenanjung Korea meningkat tajam sejak Korea Selatan dan AS menuduh Korea Utara mentorpedo kapal perang Seoul itu, yang menewaskan 46 orang.

Korea Utara membantah terlibat dalam tenggelamnya kapal itu dan mengancam melakukan pembalasan atas apa yang disebutnya latihan perang provokatif Korea Selatan yang dilakukan sebagai tanggapan atas insiden kapal tersebut.

Latihan itu, yang melibatkan 4.500 prajurit, 29 kapal dan 50 jet tempur, merupakan salah satu dari serangkaian latihan terencana dalam beberapa bulan ini, beberapa diantaranya dilakukan dengan AS, sekutu Seoul, dalam unjuk kekuatan terhadap Korea Utara.

Kapal perang Korea Selatan Cheonan tenggelam pada 26 Maret di dekat perbatasan Laut Kuning yang disengketakan dengan wilayah utara pada dalam kondisi misterius setelah ledakan yang dilaporkan.

Dewan Keamanan PBB mengecam penenggelaman kapal Korea Selatan itu namun tidak secara langsung menyalahkan Korea Utara, meski AS dan Korea Selatan meminta kecaman PBB terhadap negara komunis itu.

Penyelidik internasional pada 20 Mei mengumumkan hasil temuan mereka yang menunjukkan bahwa sebuah kapal selam Korea Utara menembakkan torpedo berat untuk menenggelamkan kapal perang Korea Selatan itu, dalam apa yang disebut-sebut sebagai tindakan agresi paling serius yang dilakukan Pyongyang sejak perang Korea 60 tahun lalu.

Korea Selatan mengumumkan serangkaian pembalasan yang mencakup pemangkasan perdagangan dengan negara komunis tetangganya itu.

Korea Utara membantah terlibat dalam insiden tersebut dan membalas tindakan Korea Selatan itu dengan ancaman-ancaman perang.

Seorang diplomat Korea Utara mengatakan pada 3 Juni, ketegangan di semenanjung Korea setelah tenggelamnya kapal perang Korea Selatan begitu tinggi sehingga "perang bisa meletus setiap saat".

Dalam pernyataan pada Konferensi Internasional mengenai Perlucutan Senjata, wakil utusan tetap Korea Utara untuk PBB di Jenewa, Ri Jang-Gon, menyalahkan "situasi buruk" itu pada Korea Selatan dan AS.

"Situasi semenanjung Korea saat ini begitu buruk sehingga perang bisa meletus setiap saat," katanya.

Kedua negara Korea itu tidak pernah mencapai sebuah perjanjian pedamaian sejak perang 1950-1953 dan hanya bergantung pada gencatan senjata era Perang Dingin. (M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010