Malang (ANTARA News) - Pengamat politik Universitas Brawijaya Malang Dr Ibnu Tricahyo menyarankan agar Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK segera mengambil alih kasus Gayus Tambunan, terdakwa kasus korupsi pajak.

"Kasus Gayus ini sudah cukup lama ditangani Polri, namun sampai sekarang tidak perkembangan signifikan, bahkan dia bisa bebas `berkeliaran` menghirup udara bebas di luar tahanan," kata Ibnu yang juga dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (UB) tersebut, Kamis.

Hanya saja, tegasnya, pengambilalihan penanganan kasus Gayus tersebut jangan serta merta dilakukan. Paling tidak KPK melihat dulu perkembangan penanganannya secara hukum, jika tidak ada kemajuan baru KPK yang menangani.

Namun, kata Ibnu, KPK juga jangan lepas tangan begitu saja. Selama kasus Gayus ini ditangani Polri, KPK tetap melakukan supervisi dan "memback-up" proses hukumnya.

"Kalau Polri memang sudah tidak sanggup karena di internal Polri sendiri banyak kepentingan, maka KPK harus mengambil alih dan melanjutkan proses penanganannya agar segera tuntas," tegasnya.

Ia mengakui, saat ini tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Polri sudah menurun drastis, apalagi setelah "lepasnya" Gayus dari tahanan Polri dan menghirup udara bebas di Pulau Bali beberapa waktu lalu.

Menurut dia, kalau lepasnya Gayus dari tahanan itu hanya karena ulah oknum anggota Polri, maka penanganannya tidak akan berlarut-larut dan cepat tuntas. Namun, jika sebaliknya, kalau di internal Polri sendiri banyak konflik kepentingan, maka jangan harap kasus tersebut bisa tuntas.

Jika kasus Gayus terus berlarut-larut, tegasnya, maka KPK harus secepatnya mengambi alih penanganannya dari tangan Polri. Sebab, internal Polri sendiri tidak "bersih", sehingga kesulitan untuk menyelesaikan kasus tersebut.

"Saat itulah KPK mengambil alih kasus tersebut, sebab supervisi dan dukungan penuh kepada Polri untuk menyelesaikan kasus itu tidak kunjung tuntas, bahkan semakin rumit akibat banyaknya konflik di internal Polri," tegas Ketua PP Otoda FH UB tersebut. (E009/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010