Bojonegoro (ANTARA News) - Minat tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Bojonegoro, Jatim, untuk berangkat bekerja ke luar negeri, semakin menurun menyusul maraknya kasus penyiksaan TKI yang mencuat ke permukaan dalam beberapa pekan terakhir.

"Pemberitaan negatif terhadap TKI di luar negeri, mengakibatkan minat warga Bojonegoro bekerja ke berbagai negara di luar negeri turun drastis," kata Kasi Informasi Pasar Bursa dan Penempatan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial (Disnakertransos) Sugihartono di Bojonegoro, Kamis.

Kecenderungan turunnya minat TKI asal Bojonegoro berangkat ke luar negeri itu, sudah terjadi dalam dua tahun terakhir, katanya.

Turunnya jumlah TKI asal Bojonegoro yang berangkat ke luar negeri, tidak terlepas dari munculnya permasalahan penyiksaan juga kasus lainnya yang dialami TKI asal Indonesia.

Berdasarkan data 2008, jumlah TKI asal Bojonegoro yang bekerja di luar negeri sebanyak 609 orang, pada 2009 turun menjadi 238 orang dan pada 2010 semakin turun hanya 175 orang.

Peluang bekerja di Singapura, Hongkong, Taiwan, Jepang, Korea, dan juga negera lainnya terbuka. Diperkirakan, sekitar 2.500 lowongan kerja sektor informal di rumah tangga (RT) dan formal di perusahaan-perusahaan.

Menjawab pertanyaan, Sugihartono mengatakan, pihaknya tetap mengumumkan secara terbuka adanya lowongan kerja ke berbagai negara kepada masyarakat daerah ini.

"Kalau ada lowongan kerja selalu kami tempelkan di papan pengumuman di kantor kami," katanya sambil menunjukkan lokasi papan pengumuman tersebut.

Minat pencari asal Bojonegoro bekerja di Singapura dan Taiwan. Alasannya, didua negara itu, selain gaji memadai, dari segi keamanan juga lebih terjamin.

"Pengiriman TKI ke Arab dan Malaysia, sudah distop dalam setahun terakhir," ucapnya.

Seorang TKI asal Bojonegoro yang pernah bekerja di Hongkong, El Nisya Mahendra mengatakan, kehidupan TKI asal Indonesia yang bekerja di Hongkong, relatif lebih baik dibandingkan di negara lain.

Diperkirakan, TKI asal Indonesia di Hongkong mencapai 2.500 orang dan selalu bisa melakukan komunikasi secara intensif dengan keluarganya di Indonesia.

"Saya bekerja di Hongkong empat tahun dan tidak pernah ada masalah dengan majikan," katanya menjelaskan.  (SAS/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010