Jakarta (ANTARA News) - Seorang pencari keadilan mengeluhkan keputusan Pengadilan Negeri Pekanbaru, Riau karena keputusan hakim justru tidak menunjukkan adanya keadilan atas kasus tanahnya.

"Sayang, keputusan hakim di Pengadilan Negeri Pekanbaru soal penyelesaian sengketa tanah justru tidak menunjukkan keadilan. Karena itu masyarakat diminta mewaspadai para hakim yang nakal itu," kata salah seorang pemilik tanah yang mengaku menjadi korban keputusan Pengadilan Negeri Pekanbaru, Handy Englo di Jakarta, kemarin.

Handy Englo mengaku merupakan salah satu korban Pengadilan Negeri Pekanbaru, karena tanahnya yang sudah dibeli sejak lama, tiba-tiba dirinya dikejutkan oleh suatu keputusan yang meminta untuk mengalihkan kepemilikannya dan menyatakan sertifikat atas nama miliknya tidak sah.

"Saya adalah satu diantara sekian korban penetapan kerancuan hukum di Pengadilan Negeri Pekanbaru, karena sebidang tanah milik saya seluas 6.980 m2 dengan status hak milik nomor :6197 sesuai akta pengikatan jual beli no 13/2004 tgl 4 Mei 2004 dan Akta Jual Beli no.706/2004 tgl 26 Agustus 2004.706/2004 di notaris Fransisku Djoenardi, SH tiba-tiba dinyatakan tidak sah, meskipun sampai saat ini tanah itu masih di bawah penguasaan saya," katanya.

Tahun 2008 ada informasi dari pihak bank, pengalihan hak tanggungan (hipotik) ke bank lain tidak dapat diproses oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), karena adanya tembusan keputusan PN Pekanbaru No.21/PDT/EK-PTS/2008/PN.BR tentang berita acara sita eksekusi berkaitan dengan sita Jaminan a/n. TM. Nasir dengan nomor: 83/PDT/G/2004/PN.PBR pada 26 Mei 2005 .

Sebelumnya hipotik telah terpasang selama tiga tahun semenjak 22 Maret 2005 pada PT Primus Financial Service. Akhirnya pihak bank memintanya untuk menggantikan surat jaminan tanah lain.

Handy yang juga sebaga pemilik show room mobil di Pekanbaru itu menceritakan secara rinci soal lika-liku perjuangannya untuk mengembalikan haknya mengingat keputusan PN Pekanbaru itu dinilainya benar-benar tidak adil.

"Saat itulah permulaan saya berjuang untuk mempertahankan hak dengan mengajukan surat pemohonan penghapusan catatan blokir ke BPN dan PN Pekanbaru pada 2008 lewat surat no.0612/HM-LO/XII/2008 atas tanah saya,yang sebenarnya tertera sertifikat hak milik a/n Handy Englo dan Darwin Maspolim, yang kemudian pada penetapan sita jaminan kepada kepemilikan tanah a/n TM.Nasir," katanya.

Saat itu, kata Handy, pihaknya masih optimis kedua instansi tersebut akan mencabut sita jaminan yang diletakkan pada tanah miliknya, meskipun Kanwil BPN pernah menerbitkan surat tentang kekeliruan atas sita jaminan, namun BPN kota tidak mengindahkannya.

Menurut Handy, tanpa diduga PN Pekanbaru melalui keputusannya pada 6 Januari 2010 nomor : 87/PDT/G/2008/PN.PBR justru menghukumnya dan meminta mengosongkan tanah dan memerintahkan menyerahkan sertifikat tanah miliknya kepada kepentingan tergugat untuk dibaliknamakan, dengan menetapkan batal akta jual beli tahun 2004 bahkan menuduhnya selaku pelawan yang tidak benar.

Ternyata sengketa ini berawal dari adanya skenario jahat atas pengajuan gugatan pembatalan Perjanjian Jual Beli antara TM. Nasir dengan Renawati cs.berdasarkan perjanjian jual beli diatas kertas bermaterai, tetapi tidak tercantum tanggalnya.

Diakui dibuat pada tahun 1995 dan akta pengikatan jual beli 14 Juni 1996 di notaris Tajib Rahardjo (alm).
(T.H-CS/A011)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010