Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah rohaniwan dari berbagai agama di Tanah Papua mengeritik Pemerintah Pusat terkait dengan terkatung-katungnya jadwal pelantikan Bupati Boven Digoel, Yusak Yaluwo, yang terus saja tertunda, sementara situasi di lapangan kian menggelisahkan.

"Kami dapat memastikan, roda pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Boven Digoel yang merupakan kawasan perbatasan terpanjang antara RI-PNG di Papua Selatan benar-benar stagnan, dan ini amat berbahaya jika terus dibiarkan berlarut," kata Pastor Suki, Pemimpin Gereja Katolik se-Boven Digoel kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.

Pastor Suki dan beberapa rohaniwan sengaja datang ke Jakarta untuk membawa permohonan umat dan warga Boven Digoel, agar Pemerintah Pusat dapat mempertimbangkan pemberian izin bagi Yusak Yaluwo sebagai bupati terpilih pada Pilkada 31 Agustus 2010.

"Bapak Yusak Yaluwo itu bagi rakyat kami mesti dilantik dulu sebagai Bupati Boven Digoel periode 2010-2015, karena Surat Keputusan (SK) Mendagri sudah turun. Kenapa jadwal pelantikannya terkatung-katung," ujarnya.

Hal senada dinyatakan pula oleh Pendeta Moses Injoroweri, Ketua Pucuk Pimpinan Gereja Baptis Indonesia (GBI) Boven Digoel yang mengungkapkan, jika `kita` mau kawasan perbatasan RI-PNG tetap kondusif, berilah kesempatan rakyat di sana menyaksikan pemimpinnya dilantik dalam suatu upacara khusus.

"Kita semua mau agar situasi terpelihara aman di perbatasan. Makanya, jika tidak ada halangan, lebih cepat dilantik, lebih baik, supaya roda pemerintahan dan pembangunan jalan lagi. Sebab, sejak Bapak Yusak Yaluwo `diambil` Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dimasukkan di Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, roda pemerintahan dan pembangunan di kawasan perbatasan itu mati dan sama sekali tidak berjalan," ujarnya.

Berhentinya roda pembangunan bahkan pemerintahan di kawasan perbatasan itu, membuat situasi benar-benar tidak kondusif, sehingga para pemimpin agama di sana, termasuk Pendeta Adolf Hugagi (pimpinan Geraja Reformasi) dan Ustad Mahmudin (pimpinan Masjid Tanah Merah), mendatangi ibukota Jakarta untuk membawa pesan moral warga Boven Digoel.



Redam Gejolak

Sebagaimana diberitakan ANTARA sebelumnya, Bupati Boven Digoel Yusak Yaluwo telah ditahan KPK dan tengah menghadapi proses peradilan dalam tahap banding di Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.

Yusak Yaluwo dituduh bertanggung jawab atas masalah administrasi keuangan APBD dan Dana Otsus di wilayah yang baru dimekarkan dari Kabupaten Merauke, 2002 lalu itu.

"Kalau boleh, karena yang bersangkutan masih dalam tahanan dan menghadapi proses hukum, maka apabila diizinkan, maka mohon dilepas atau diberi kelonggaran mengikuti pelantikan di Boven Digoel. Ini harapan jemaat dan masyarakat umum," kata Pendeta Moses Injoroweri.

Ustad Mahmudin malah menyatakan, pihaknya memohon penangguhan penahanan, karena kehadiran Yusak Yaluwo sangat dibutuhkan untuk meredam gejolak dan kegelisahan warga.

"Bapak Yusak Yaluwo adalah kerinduan umat. Beliau telah buktikan, bahwa dalam periode pertama kepemimpinannya (2005-2010), situasi kemasyarakatan sangat baik, aman, tenteram, dan banyak WNI yang sebelumnya menyeberang ke PNG kembali ke pangkuan ibu pertiwi," kata Ustad Mahmudin.

Bagi umat Islam dan mayoritas warga yang memeluk Katolik maupun Protestan, demikian Ustad Mahmudin, Yusak Yaluwo itu merupakan simbol pembangunan kawasan perbatasan.

"Juga beliau telah menjadi simbol pemersatu keberagaman umat di sana, dan seluruh rakyat menikmati hasil-hasil pembangunan secara fisik maupun nonfisik, baik itu infrastruktur, fasilitas pendidikan dan kesehatan, peningkatan kesejahteraan dan ekonomi rakyat serta bertumbuh baiknya faktor-faktor sosial budaya," katanya.

Karena itu, katanya, dengan belum tegasnya sikap Pemerintah Pusat terkait jadwal pelantikan Yusak Yaluwo sebagai bupati terpilih, berarti gejolak sosial kian berpotensi terpicu.

"Padahal, kehadiran Bapak Yusak Yaluwo di Tanah Merah (ibukota kabupaten Boven Digoel) dalam rangka pelantikan dirinya sebagai bupati terpilih dan benar-benar dicintai warganya, dipastikan dapat meredam gejolak yang sudah di depan mata," kata Ustad Mahmudin.



Daerah Otsus

Pendeta Adolf Hugagi membenarkan, ketika terjadi pergolakan `Merauke Berdarah` yang melibatkan banyak warga Papua Selatan, termasuk dari Boven Digoel, telah mengakibatkan lebih 21 ribu WNI lari menyelamatkan diri ke PNG, terutama di Distrik Kyongga.

"Ketika Boven Digoel dimekarkan sebagai kabupaten berdiri sendiri dari Merauke tahun 2002, terlebih lagi saat Bapak Yusak Yaluwo terpilih sebagai Bupati Boven Digoel pada 2005, sekitar 11 ribu WNI, terutama dari Suku Muyu pulang kampung. Sekarang tinggal delapan ribuan yang masih di PNG," katanya.

Artinya, demikian Pendeta Adolf Hugagi, kehadiran Yusak Yaluwo yang mengemban tiga fungsi, yakni Pejabat NKRI, pimpinan gereja dan sekaligus pemimpin besar adat, telah memberi keyakinan kepada WNI di PNG agar mereka kembali ke pangkuan ibu pertiwi.

"Kondisi sekarang mulai terganggu, karena Bapak Yusak Yaluwo yang sudah terpilih dalam suatu Pilkada yang sah dan berhasil memenangkannya, ternyata tidak diberi izin untuk dilantik," katanya. (M036/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010