Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha menyatakan, pemerintah perlu mengkaji ulang rencana kebijakan pembatasan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai 2011.

Hampir seluruh fraksi di DPR tidak menyetujui kedua opsi yang disampaikan pemerintah sehingga rencana tersebut sangat mungkin untuk dibatalkan atau minimal ditunda, katanya di Jakarta, Senin.

Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI ini menilai, kedua pilihan itu tidak tepat serta memberatkan masyarakat, termasuk Usaha Kecil Menengah (UKM) yang rata-rata menggunakan kendaraan plat hitam.

Ia menambahkan, masih banyak cara lain yang bisa dilakukan misalnya dengan menggunakan bahan bakar gas.

Meskipun infrastruktur untuk pengisian bahan bakar gas belum mencukupi, menurut dia, Pertamina hanya minta waktu sekitar tujuh atau delapan bulan untuk mempersiapkannya.

Satya juga menyayangkan, proposal yang disampaikan pemerintah belum melalui survei sama sekali.

"Kami minta angka yang pasti dari pemerintah, berapa angka riil yang dibutuhkan untuk BBM bersubsidi ini. Sebelumnya dalam RAPBN kita sudah sepakati untuk 2011 sebesar 38 juta kilo liter. Memang memberatkan APBN, karena itu perlu terobosan," tegasnya

Sementara itu, anggota Komisi VII lainnya Bobby Adithya Rizaldi yang juga dari Fraksi Partai Golkar menilai hal tersebut merupakan kebijakan prematur.

"Untuk tahun 2011 proyeksi kuota BBM itu berapa, kalau hanya terjadi kenaikan 10 persen, masih ada cara lain yang bisa ditempuh," katanya

Bobby juga menanyakan, kesiapan Pertamina menghadapi rencana pembatasan BBM ini, baik secara infrastruktur maupun secara barang dagangan.

"Apakah dampak-dampak seperti ini sudah dipikirkan. Bagaimana dengan gejolak sosialnya, kalau tidak sama saja dengan membunuh Pertamina secara perlahan. Bagaimana Pertamina bisa bersaing dengan SPBU swasta," tegasnya

Pendapat senada dikemukakan anggota Komisi VII Iqbal Alan Abdullah (Fraksi Hanura). Secara prinsip dirinya sepakat untuk menekan subsidi. Namun dia minta agar kebijakan ini dilakukan kajian dengan matang, karena dikhawatirkan membuka peluang masalah baru.

Ia mencontohkan, misalnya seseorang membeli premium dengan mobil angkot yang bisa menampung bensin hingga 200 liter lalu dijual dengan harga subsidi.

Karena itu, kata dia, harus betul-betul ada kontrol yang efektif dan dapat dipertanggungjawabkan, bukan hanya kontrol untuk menakuti rakyat semata.

Iqbal menilai rencana kebijakan pemerintah tersebut masih mentah. Untuk itu dia meminta agar pemerintah segera melakukan kajian yang komprehensif. (S023/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010