Jakarta (ANTARA News) - Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD mengungkapkan adanya 84 UU bermasalah di daerah, khususnya menyangkut hubungan pusat-daerah, pembangunan hukum pusat-daerah dan rekonstruksi masyarakat hukum adat.

Ketua PPUU I Wayan Sudirta, saat diskusi tentang Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Pusat-Daerah di Gedung DPD Jakarta, Kamis, mengatakan, temuan adanya puluhan UU bermasalah di daerah tersebut didasarkan pada hasil penelitian dari 23 perguruan tinggi.

"Dari hasil penelitian tersebut, kami mendata ada sekitar 84 UU yang bermasalah di daerah. Data tersebut belum termasuk peraturan pelaksanaannya," kata Wayan yang juga senator Bali itu.

Selain bermasalah secara substansi, katanya lagi, sejumlah UU juga tidak dapat diberlakukan di daerah. Misalnya saja UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batu Bara tidak dapat diberlakukan di Propinsi Bangka Belitung karena substansi UU tersebut mengatur tata cara penambangan yang lazim digunakan untuk penambangan emas dan bukan jenis mineral lainnya.

UU lainnya yang juga bermasalah, menurut PPUU DPD adalah UU No.28/2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang mengancam eksistensi beberapa pungutan pajak dan retribusi oleh daerah. Terlebih lagi kesiapan daerah untuk pemberlakuan UU tersebut belum ada.

"Karena propinsi, kabupaten/kota diberikan hak memungut pajak sendiri, maka muncul isu pajak untuk warteg dan lain sebagainya yang memicu kontroversi pada pelaksanaannya nanti," ujar I Wayan Sudirta.

Sejumlah universitas berikut program penelitian kerja sama yang dilaksanakan bersama PPUU itu di antaranya UGM untuk penelitian pengawasan terhadap produk hukum daerah dalam rangka mewujudkan pembangunan hukum nasional, Universitas Sriwijaya untuk penelitian pembangunan hukum dan konflik UU bidang sektoral, Universitas Padjajaran meneliti pola hubungan antara pusat-daerah serta Universitas Hasanuddin dan Universitas Sam Ratulangi untuk topik pelaksanaan otonomi daerah.

Dari hasil hasil penelitian itu dijumpai 45 UU yang bermasalah, di antaranya UU No.32/2004 tentang Pemda, UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, UU No.5/1962 tentang Perusahaan Daerah, UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No.38/2004 tentang Jalan, UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No.20/2003 tentang Sisdiknas, UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No.25/2009 tentang Pelayanan Publik, UU No.30/2009 tentang Ketenagalistrikan, UU No.44/2009 tentang Rumah Sakit dan UU No.36/2009 tentang Kesehatan.

Untuk kerja sama penelitian mengenai masyarakat hukum adat dan pengelolaan sumber daya alam serta sumber daya ekonomi lainnya, DPD menjalin kerja sama dengan Universitas Diponegoro untuk meneliti otonomi daerah dan pengelolaan sumberdaya alam dan sejumlah perguruan tinggi lainnya seperti Universitas Mulawarman, Universitas Patimura dan Universitas Nusa Cendana.

Dari hasil penelitian itu ditemukan sebanyak 30 UU yang bermasalah diantaranya UU No.5/1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, UU No.22/2001 tentang migas, UU No.24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi, UU No.39/1999 tentang HAM, UU No.7/1996 tentang Pangan, UU No.10/1997 tentang ketenaganukliran, UU No.20/2008 tentang UMKM, UU No.27/2003 tentang Panas Bumi serta UU No.19/2003 tentang BUMN.

Sementara itu pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin mengatakan bahwa DPD sebaiknya lebih banyak memainkan peran pengawasan terhadap proses pembentukan suatu produk undang-undang apakah bertentangan dengan konstitusi atau tidak.
(D011/B010)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010