Peneliti dan masyarakat perlu memantau kinerja Dewan Pengarah BRIN
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyoroti kewenangan Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) layaknya menteri atau pejabat yang dapat mengeksekusi kebijakan.

"Lazimnya dewan pengarah hanya berwenang memberi arahan, pandangan, dan rekomendasi terhadap kebijakan dan program yang akan dilaksanakan suatu lembaga. Tidak sampai berwenang memberi persetujuan atau melaksanakan tugas tertentu," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Senin.

Mulyanto menyatakan dalam beberapa hal kewenangan, Ketua Dewan Pengarah BRIN melebihi otoritas menteri. Dia mencontohkan, ketua dewan pengarah memiliki staf khusus sebanyak empat orang.

Selain itu, ketua dewan pengarah ini juga masuk pada wilayah “executing”, bukan sekadar memberikan arahan. Misalnya kewenangan memberikan persetujuan atas suatu kebijakan, bahkan dapat membentuk satuan tugas khusus (satgasus) untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di lapangan dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan tugas dan fungsi yang dilaksanakan oleh Kepala BRIN.

Mantan Sesmenristek era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menyebut kewenangan yang diberikan Presiden kepada Ketua Dewan Pengarah BRIN rawan politisasi lembaga ilmiah. Apalagi bila melihat besaran anggaran yang akan dikelola.

Menurut Mulyanto, berdasarkan data Kemenristek Dikti, dana iptek yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga pada tahun 2018, 2019, dan 2020 masing-masing sebesar Rp33 triliun, Rp35 triliun, dan Rp36 triliun.

"Jumlah yang cukup besar. Peneliti dan masyarakat perlu memantau kinerja Dewan Pengarah BRIN. Jangan sampai kekhawatiran masyarakat atas politisasi riset menuju tahun 2024 terbukti," kata Mulyanto menegaskan.

Mulyanto menyatakan di tengah pandemi COVID-19 yang belum usai, pembubaran Kemenristek, BPPT, BATAN, LAPAN dan LIPI serta peleburan seluruh lemlitbang kementerian teknis ke dalam BRIN adalah langkah yang tidak tepat.

Mulyanto menegaskan, Pemerintah terkesan terburu-buru mengambil kebijakan pembubaran dan penggabungan lembaga riset yang ada. Sebab konsolidasi kerja, SDM, peralatan, laboratorium, lahan percobaan, manajemen dan administrasi riset apalagi budaya riset di masing-masing lembaga membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Baca juga: BRIN fasilitasi hasil riset vaksin-obat ke industri capai kemandirian
Baca juga: AIPI: BRIN berperan sebagai lembaga pendana riset dan inovasi

Pewarta: Fauzi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021