Jakarta (ANTARA News) - Puteri dari Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi, Neshyawati Arsyad, mengakui pernah bertemu dengan calon bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud, namun dirinya membantah telah menerima uang sebagaimana diungkapkan Tim Investigasi Refly Harun.

"Dirwan Mahmud ke rumah diantar paman saya (Zaimar) untuk konsultasi tentang fatwa agar dirinya bisa didengar di MK," kata Neshya saat memberikan keterangan kepada wartawan di ruang kerja Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi Jakarta, Senin.

Atas permintaannya itu, Nesha mengatakan bukan kapasitasnya dan menginggatkan bahwa putusan MK itu sudah final dan mengikat.

Dia juga menanyakan kenapa Dirwan Mahmud menemui dirinya dan dijawab karena yang memutus perkaranya adalah bapaknya .

Atas hal ini, Nesha mengungkapkan bahwa bapaknya tidak memutus secara tunggal, tetapi diputus oleh sembilan hakim MK yang berdasarkan keterangan saksi dan fakta persidangan.

Neshya juga mengakui menghubungi Panitera Pengganti Makhfud untuk menanyakan sepanjang bekerja di MK pernah ada putusannya dimintai fatwa.

"Makhfud bilang, nggak bener. Nggak ada, fatwa di MA. Dia balik nanya, kenapa mbak? Saya cuma mau klarifikasi aja, apa benar ada putusan Bengkulu diputus bapak saya. Makhfud bilang, oh iya benar, saya paniteranya," ungkap Nesha.

Menurut dia, Makhfud berjanji akan bantu menjelaskan dan terjadi pertemuan di Jalan Mojopahit Jakarta untuk menjelaskan bahwa putusan MK tidak bisa diajukan fatwa.

"Karena sudah ngak bisa, Darwin Mahmud meminta saya untuk jadi pengacaranya," katanya.

Namun Neshya menolaknya, dirinya tidak bisa berpekara di MK karena bapaknya menjadi salah satu hakimnya.

"Itu komitmen kami sekeluarga," tambahnya.

Neshya memperkirakan Makhfud punya rekomendasi pengacara sehingga mereka melakukan tukar nomor telepon.

"Setelah itu dirinya ngak tau. Jadi saya hanya dua kali bertemu dengan Darwin Mahmud," kata Neshya.

Bantah

Neshya juga membantah telah menerima suap Rp20 juta dari Darwin Mahmud.

"Saya tidak pernah membicarakan uang dengan Darwin Mahmud termasuk uang lebaran. Kalau mau yang harus dibuktikan pernyataan Edo dan Darwin Mahmud," tegasnya.

Dia juga menyesalkan kesimpulan tim investigasi yang tidak melakukan konfirmasi kepada dirinya sehingga terjadi fitnah dan nama baik keluarga menjadi tercemar.

Untuk itu dirinya melakukan inisiatif bertemu dengan Tim Pemeriksa Internal MK untuk menjelaskan apa yang dituduhkan oleh Tim Investigasi pimpinan Refly Harun.

"Saya dimasukkan di kasus Darwin Mahmud, tapi saya tidak pernah diperiksa, memang saya sedang ada di China selama dua minggu," ungkapnya.

Sementara Zaimar mengatakan bahwa dirinya mengantarkan Darwin Mahmud ke Apartemen kakak iparnya, Arsyad Sanusi, karena Neshyawati sebagai pengacara bisa membantunya.

"Saya kenal Dirwan Mahmud lewat Edo dan Arif, dia cerita masalah di MK, ada ponakan saya pengacara, maka saya membawanya ke sana," kata Zaimar.

Zaimar mengakui menerima uang sekitar Rp300.000 hingga Rp500.000 setiap ketemu Dirwan Mahmud sebagai uang taksi. Zaimar juga mengakui dititipi dua sertifikat rumah milik Dirwan Mahmud.

"Dia menitipkan dua sertifikat rumah untuk dijual atau digadaikan karena Dirwan Mahmud sudah kehabisan dana. Saya bawa selama satu minggu tapi saya kembalikan karena tidak bisa menjualnya," katanya.

Sebelumnya, Tim Refly mengungkapkan Panitera Pengganti Makhfud diduga menerima uang suap Rp35 juta yang melibatkan Nesyhawati dan Zaimar.

(J008/A011/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010