Jakarta (ANTARA News) - Ini jelas-jelas bukan gaduh dari sebuah rapat kerja (raker) organisasi XYZ yang berujung pada selaksa rencana berbunga-bunga meskipun soal-soalnya itu-itu saja.

Ini drama dari "people power" yang bakal dikobarkan oleh Tim Merah Putih dalam laga semifinal pertama Piala AFF 2010, pada Kamis (16/12).

Dan seteru yang dihadapi Firman Utina dan kawan-kawan, yakni pasukan "The Azkals", julukan tim nasional sepak bola Filipina.

Nah, kalau sebuah raker memerlukan asupan "vitamin" agar menghasilkan butir-butir pemikiran terang benderang di langit ketujuh, maka timnas Indonesia mengandalkan asupan gizi jiwa dari salah satu butir kebijakan khas Jawa.

Ini bukan bermaksud menjawakan ketika membicarakan semangat membara Tim Merah Putih untuk melibas pasukan The Azkals. Ini lakon dari amanat kepada setiap punggawa timnas Indonesia untuk menekan ego saat tampil bermain guna mengandalkan keseimbangan plus kedisplinan. Mengapa?

Bagi mereka yang bersemangat membaja untuk mencapai tujuan, atau bertekad memenangkan pertandingan, tidak ada kata takut. Setiap lawan akan diganyang, setiap seteru akan dibabat. Maju ke medan laga, mengalahkan lawan tanpa ragu. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung.

Tunggu dulu. Lawan kali ini bukan kelas embek. Dari ziarah sejarah, Filipina terlahir dari rahim "people power" yang menjungkalkan rezim Marcos. Rakyat bersatu pasti menuai menang, itulah kredo rakyat Filipina.

Modalnya, kedisplinan dan kekuatan menyusun lapis barisan pertahanan. Ini salah satu buah dari people power yang menginspirasi timnas Filipina.

Filipina yang dibilang anak bawang dalam ranah sepak bola Asia Tenggara, kini justru dibaptis sebagai anak ajaib. Buktinya, anak asuhan pelatih asal Inggris Simon McMenemey ini tampil luar biasa pada babak penyisihan Grup B. Mereka mampu melibas Vietnam (2-0) dan memaksa Singapura bermain imbang 1-1 dan berbagi skor kacamata 0-0 melawan Myanmar.

Timnas Filipina juga mengandalkan serangan balik. Layaknya pakem "people power" yang bereaksi terhadap elite penguasa yang menindas, maka kecepatan bereaksi diperlukan sebagai antitesis setiap gempuran lawan.

Mereka tahu bahwa setiap lawan memiliki keterbatasan dan kerapuhan. Perlu mawas diri. Rumangsa bisa, bisa rumangsa.

Kesadaran serupa dimiliki oleh pelatih timnas Indonesia, Alfred Riedl. "Saat memegang bola, kami akan memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin dan kami juga berlatih untuk menghadapi serangan balik yang cepat," kata pelatih asal Austria itu.

"Kami sudah diberi tahu tentang gaya Filipina. Saya rasa kami tahu lawan, bahkan sangat mengenal. Vietnam kalah dari Filipina karena Filipina sukses melakukan dua serangan balik yang menghasilkan gol," ujar Riedl.

Ikut nimbrung membaca people power khas timnas Filipina, Ketua Umum PSSI Nurdin Halid melihat bahwa skuad Filipina tidak terlalu kinclong meskipun diperkuat sembilan pemain naturalisasi.

"Kata Pelatih Alfred Riedl, hanya tiga pemain Filipina yang memiliki kemampuan di atas rata-rata pemain kita, yaitu kiper (Neil Ethridge) dan Younghusband bersaudara. Sisanya, biasa saja," kata Nurdin seusai menengok persiapan tim di Lapangan C, Senayan.

Optimisme kubu Indonesia dilumuri oleh filosofi dari gaya bermain pendek merapat dengan mengandalkan umpan satu-dua antar pemain. Ketika menusuk jantung pertahanan Filipina, maka butuh kegigihan aksi perorangan di area penalti lawan. Lupakan umpan-umpan lambung, karena barisan pertahanan "Azkals" sigap menghalau.

Aksi sarat motivasi dari Firman Utina diperlukan, dengan ditopang akselerasi dari Oktovianus Maniani dari sektor kiri. Tinggal sekarang menunggu ketajaman dan kejelian duet lini depan Cristian Gonzales-Irfan Bachdim atau Cristian Gonzales-Bambang Pamungkas, atau Irfan Bachdim-Bambang Pamungkas.

Sempat disambangi cedera ringan ketika berlatih, Firman siap berjibaku dengan berperan sebagai pengatur serangan. Kebugaran fisik Firman diperlukan sebagai pelumas bagi roda serangan skuad Merah Putih.

Ini lantaran timnas Filipina memainkan sepak bola defensif dan mengandalkan serangan balik untuk menghajar lawan.

Ungkapan jangan lupakan sejarah (jasmerah) boleh-boleh saja dijadikan pelatuk semangat. Berdasarkan pertemuan kedua tim, timnas Indonesia selalu mampu mengalahkan Filipina.

Pengalaman berada di atas angin tidak lantas membuat Tim Merah Putih bersikap sok. Jangan berlebihan. Sehebat apa pun sebuah tim, sedigdaya apa pun sebuah tim kerja, masih ada saja kekurangan dan kelebihan. Jangan mentang-mentang. Aja dumeh

Dari aras sejarah, kedua tim sudah bertemu sejak era 1950-an. Dari 16 laga, pasukan "Garuda" hanya sekali dipaksa bermain imbang oleh Filipina, sementara sisanya Indonesia selalu meraih kemenangan. Pertemuan terakhir kedua tim terjadi tahun 2002.

Saat itu, Indonesia menghabisi Filipina 13-1 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Akankah sejarah berulang?

Jawabnya, euphoria sedang melanda timnas Indonesia. Euphoria sedang membakar hasrat setiap insan Indonesia. Taruhannya, empat kata saja, "fight to death".

Mengutip sejarawan klasik Alexander Kojeve, sejarah manusia adalah sejarah Hasrat yang dihasrati. Tidak ada jalan buntu eksistensial (existensial impasse), karena "all Desire is desire for value". Nilai!

Dan "People Power" bagi tim Merah Putih sejatinya perjuangan akan nilai kemenangan. "People Power" tim Merah Putih="Fight to Death". Ayo, ini kandang kita.
(A024/ART)

Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010