Jakarta (ANTARA News) - Indonesia mendominasi Kejuaraan Karting Terbuka Asia (AKOC) 2010, untuk pertama kalinya sejak kejuaraan itu diadakan pada 2002 pada perlombaan putaran kelima di Kartrodomo de Coloane, Makau, minggu lalu.

Perlombaan putaran terakhir di Macau - setelah sebelumnya di Filipina, Makau, Indonesia dan Thailand - merupakan perlombaan penentuan bagi Sean Gelael yang turun di kelas Formula 125cc SR Terbuka dan Yasuo Senna Iriawan yang turun di kelas Formula 125cc JR Terbuka.

Sean hingga putaran keempat di Bangkok, mengumpulkan nilai 105 poin dan di urutan kedua Weiron Tan dari Malaysia (85 poin), sedangkan Senna Iriawan (110 poin) dan Anderson M dari Singapura di urutan kedua (93).

Pada perlombaan di Makau, direbutkan 40 poin untuk juara pertama, masing-masing dari Race 1 dan Race 2, sehingga kedudukan Sean dan Senna di puncak klasemen masih amat riskan.

Sean Gelael yang berusia 14 tahun pada 1 November lalu, membuat ratusan pendukungnya di Makau menjadi resah, karena pada Race 1 Weiron Tan yang berusia 17 tahun tampil sebagai juara pertama sedangkan Sean finis di urutan ketiga.

Dengan kemenangan Tan pada Race 1, berarti poinnya menjadi 105 sedangkan Sean 117 poin, berarti perlombaan Minggu siang pada nomor Race 2 menjadi amat menentukan apakah pebalap belia Indonesia itu dapat mempertahankan posisinya di puncak klasemen.

Poin untuk para pebalap yang finis pada perlombaan karting Asia itu secara berurutan adalah 20 untuk juara podium pertama, disusul juara kedua dan seterusnya berurutan 15, 12, 10, 8, 6, 5, 4, 3, 2, 1.

Weiron Tan, siswa Perguruan Fairway Kuala Lumpur, menjelang perlombaan Race 2 mengatakan yakin sekali mampu memenangi perlombaan itu.

"Saya amat tenang, tidak ada yang menekan perasaan saya. Saya berusaha menanamkan dalam pikiran saya bahwa ini merupakan perlombaan saya," kata pria ramah itu didampingi orang tuanya.

Weiron Tan yang dikalahkan Sean pada perlombaan putaran ketiga di Sirkuit Sentul tetap mengaku Sean merupakan saingan terkuatnya. "Ia berpengalaman dan amat agresif," kata Tan.

Akhirnya perlombaan Race 2 diadakan dalam cuaca 15 derajat Celsius, diikuti 36 peserta dan berlangsung menegangkan dalam 24 putaran di lintasan sepanjang 1,203 km itu.

Tan dengan kecepatan luar biasa, tidak terkejar sejak melejit dari posisi pole dan di belakangnya melaju Ricahard Bradley dari Inggris yang membawa bendera Singapura, Stefano Cucco dari Italia yang membawa bendera Filipina, Sean Gelael dan rekan setimnya dari Sean FP, Jean Philipe Guignet, M Nasri Naufal dari Tim Kartmaster Indonesia dan Andrew Tang dari Tim Simon Racing Singapura.

Bila akhir perlombaan Tan tetap di depan sedangkan Sean terlempar dari urutan lima besar, maka Tan akan menggeser posisi Sean di puncak klasemen sekaligus meraih gelar juara karting Asia musim ini.

Dalam situasi menegangkan ini, pada putaran terakhir yang ke-24, Stefano Cucco seperti anak panah melejit menyalib Tan menjelang finis sedangkan Sean berada di urutan kelima setelah Tan, Bradley dan Nasri Naufal.

Sean mendapat tambahan nilai delapan sehingga posisi akhir menjadi 125 dan ia tetap di puncak klasemen sedangkan Tan mendapat nilai 15 dan poinnya menjadi 120, terpaut lima angka dengan Sean.

"Dewi Fortuna keberuntungan ada pada Sean kali ini dan ia pantas menang dan menyandang gelar juara. Saya kecewa karena sudah memimpin hingga akhir lap, saya harus berusaha lagi tahun depan," kata Tan.

Stefano Cucco yang memakai mesin Vortex dan ban Yokohama seperti hanya pada pebalap lainnya, mengatakan tidak menyangka akan dapat memenangi perlombaan itu, apalagi pada detik-detik akhir.

"Saya tidak menyangka jadi juara tetapi saya senang sekali dengan kemenangan ini," kata Cucco, kelahiran Biella, Italia, 31 Desember 1992 dan sedang kuliah di jurusan ekonomi marketing di Universitas Ugenio Bona, Biella.

"Menurut saya Sean pantas juara Asia. Dia tidak ada melakukan kesalahan dan dia agresif, apalagi ia masih muda," kata Cucco, yang pernah berlomba di Kejuaraan Dunia di Zuera, Spanyol, ketika Sean juga tampil dan menempati urutan ke-20 pada Race 2 di kejuaraan itu.

Perlu Jam Terbang
Sejak tampil sebagai juara nasional go-kart (karting) nasional tahun ini, ketika usianya masih 13 tahun 274 hari -kemudian meraih gelar juara Asia di usia 14 tahun 41 hari -Sean yang masih sekolah setingkat kelas tiga SMP di sekolah internasional di Jakarta Selatan, baru berlomba di Jepang, Zuera dan di Piala Bridgestone Italia.

"Setelah tampil di Jepang, ia langsung untuk pertama kali mengikuti Kejuaraan Dunia di Zuera, kemudian kejuaraan Piala Bridgestone di Italia. Itu luar biasa bagi anak seusia dia dan ia amat berpengalaman," kata Ian Kay, tim manajer Sean dalam Sean GP Team.

Renato Merlin dari Italia yang mengurus kendaraan Sean serta Dennis Van Rhere dari Belanda yang menangani fisik dan mental Sean, dengan senada menyatakan Sean amat cepat beradaptasi, naik dengan lingkungan mau pun dengan orang-orang di sekelilingnya.

"Ia cepat menangkap apa yang kita inginkan," kata Renato dengan menambahkan, Sean cepat beradaptasi dan melakukan apa yang terbaik pada saat yang diperlukan, terutama ketika saat sedang membalap.

"Perkembangan fisik dan pemikirannya amat bagus dan cepat. Orang pasti tidak menyangka dia baru berusia 14 tahun ketika ia sedang diajak berdiskusi atau membicaran sesuatu," kata Dennis.

Apa kata sang ayah, Ricardo Gelael?

"Saya tidak ingin ia gila kemenangan. Itu sebenarnya berbahaya bagi perkembangan jiwanya. Bila ia kerap menang maka ia akan merasa sakit sekali bila kalah dalam perlombaan," kata Ricardo, yang juga mantan atlet reli mobil nasional.

Ricardo ingin Sean menjalani pengalaman balapnya di jalur yang seperti biasa, ada kalah dan ada menang.

"Yang penting baginya adalah pengalaman dan jam terbang. Dalam usia masih amat dini ia menjadi juara nasional dan juara Asia, merupakan kelebihannya, tapi jangan sampai ia besar kepala," kata Ricardo.

Sean sendiri mengatakan, ia masih merasa "anak-anak sekali", baik dari segi usia mau pun dari segi pengalaman balap.

"Saya kan masih juara nasional dan Asia, belum juara dunia," kata Sean ketika wartawan membandingkan timnas sepak bola kita begitu digembar-gemborkan, sementara ia seperti tidak mendapat perhatian dari pemerintah dan publik.

Bagaimana dengan Yasuo Senna Iriawan yang lebih dikenal temannya dengan julukan Senna King?

Ia merupakan pebalap andalan dan siswa setingkat kelas satu SMP ini menuruni bakat balap ayahnya Stanley Iriawan dan kakeknya adalah pebalap kondang jaman lalu, Hengky Iriawan.

Poinnya tidak terkejar lawannya dalam perlombaan putaran terakhir di Makau, sehingga Merah Putih dua kali naik di podium kemenangan dan dominasi Indonesia tertoteh di Kartrodomo de Coloane pada minggu kedua Desember 2010.

"Senna perlu jam terbang dan pengalaman. Ia amat menyukai hobinya itu dan saya juga berharap ia dapat menekuninya dan suatu saat menjadi profesional," kata Stanley.
(A008/a032/A038)

Pewarta: A.R. Loebis
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010