Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia mengungkapkan bahwa jumlah kasus penipuan melalui bank mencapai 15.097 kasus dengan total dana sekitar Rp86,76 miliar.

"Total dananya bisa lebih dari itu, karena beberapa bank hanya melaporkan kasusnya tapi tidak menyebutkan jumlah dananya," kata Mediator Madya Senior Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan Bank Indonesia (BI), Sondang Martha Samosir di Jakarta, Senin.

Sondang menyebutkan, jumlah kasus itu merupakan laporan dari 10 bank sejak 2007 sampai pertengahan 2010.

Ia menjelaskan, pada tahun 2007 jumlah pengaduan nasabah yang menjadi korban penipuan melalui transfer bank sebanyak 2.558 kasus dengan nilai penipuan Rp3,4 miliar.

Sementara pada 2008, jumlah pengaduan mencapai 6.347 kasus dengan nilai penipuan Rp19,4 miliar, dan tahun 2009 sebanyak 6498 kasus dengan nilai Rp62,9 miliar.

Sedangkan tahun 2010 sampai semester pertama mencapai 694 kasus dengan nilai Rp954 juta.

"Nilainya menurun tahun ini, mungkin karena banyak yang menyadari modus-modus penipuan seperti layanan pesan singkat (SMS)yang meminta dikirim uang karena ada keluarga yang sakit atau SMS menang undian atau hadiah," katanya.

Sondang mengatakan, Komite Teknis Bersama Pemblokiran Rekening Nasabah Pelaku Penipuan sudah mengeluarkan aturan yang memungkinkan korban penipuan meminta pada bank bersangkutan untuk memblokir rekening pelaku.

"Aturan Bye Laws (teknis bersama) mengenai hal ini sudah berjalan sejak Desember 2009, yang ditujukan untuk melindungi nasabah perbankan yang menjadi korban kejahatan atau penipuan dengan mentransfer dana melalui bank," katanya.

Nasabah yang merasa tertipu dengan mengirim dana melalui transfer, berdasar aturan ini bisa langsung meminta pada bank yang digunakan pelaku penipuan untuk diblokir.

Berdasar aturan ini, bank akan segera menghentikan sementara rekening pelaku sambil meminta surat laporan dari kepolisian sambil melakukan verifikasi atas laporan korban.

Setelah bank melakukan identifikasi pada pemilik rekening pelaku dan ternyata setelah beberapa kali panggilan pelaku tidak hadir maka, bank bisa memutuskan untuk mengembalikan dana korban.

Sondang menjelaskan, aturan ini juga berlaku bagi kejahatan lain seperti "card trapping" atau "card skimming" dan kejahatan lain yang termasuk "cyber crime" yang dilakukan melalui transfer dana dari rekening korban kepada rekening pihak lain secara melawan hukum.

"Tapi untuk korban penipuan dengan uang tunai kami tidak bisa bantu," katanya.

Aturan yang dikeluarkan Komite Teknis Bersama ini, lanjutnya, merupakan terobosan hukum untuk membantu nasabah dengan memblokir, mengembalikan dana dan penutupan rekening.

"Namun bank tetap menerapkan prinsip kehati-hatian untuk mitigasi risiko hukum dengan melakukan investigasi dengan cara meneliti profil transaksi nasabah, mengunjungi alamat nasabah dan identitas nasabah," katanya.

Pengaturan pemblokiran rekening ini, katanya, merupakan turunan dari berbagai aturan yang ada seperti undang-undang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.(*)
(T.D012/A039/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010