Jakarta, 24/1 (ANTARA) - Badan Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar), Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) melakukan penelitian bidang kebudayaan dan kepariwisataan di daerah (pulau) perbatasan. Penelitian yang dilakukan tahun 2010 memilih Kepulauan Miangas, pulau terluar di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) sebagai objek penelitian. Alasannya, karena posisi geografis pulau Miangas sangat strategis, berbatasan dengan Filipina --yang apabila diabaikan dapat dipengaruhi oleh kehidupan politik, sosial, dan ekonomi negara lain. Berikut laporannya.

     Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 13.000 buah . Sebagai sebuah kepulauan, selain berpotensi sebagai sumber kekuatan, juga dihadapkan pada sejumlah masalah penanganan pulau-pulau yang dimilikinya, terutama dengan pulau-pulau terluar, yang berbatasan dengan negara tetangga. Persoalan yang sering muncul adalah pengelolaan pulau-pulau tersebut yang sulit akibat sulitnya pencapaian pulau-pulau tersebut dari pusat pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

     Kondisi ini menyebabkan pulau-pulau tersebut rawan terhadap kemungkinan okupasi negara lain, atau bahkan masyarakat di pulau-pulau tersebut secara fisik dan secara emosional merasa lebih dekat dengan negara tetangga, bukan negaranya sendiri.

     Bagi pulau-pulau yang berpenghuni, upaya pemecahan permasalahan tersebut dapat dilakukan melalui perkuatan peran masyarakat sendiri di pulau tersebut, karena mustahil seluruh kegiatan dapat di selesaikan oleh pemerintah pusat. Dalam konteks ini, peran pariwisata khususnya bentuk-bentuk pembangunan pariwisata yang berbasis komunitas menjadi bagian dari solusi.

     Terkait dengan hal ini, Badan Pengembangan Sumber Daya Budpar telah melakukan penelitian di daerah/pulau perbatasan baik di bidang kebudayaan maupun bidang kepariwisataan. Di bidang kebudayaan, penelitian dengan judul Miangas: Kajian Kebijakan Kebudayaan di Daerah Perbatasan bertujuan melihat persoalan-persoalan yang terkait dengan upaya-upaya membangun ketahanan budaya masyarakat setempat agar menjadi lebih dekat secara emosional (dan ekonomi) dengan Indonesia dibanding dengan negara tetangga, Filipina.

     Ini menjadi penting karena fakta menunjukkan bahwa masyarakat Miangas justru merasa lebih dekat secara emosional dengan Filipina. Penelitian ini berhasil menemukan bahwa banyak potensi budaya masyarakat Miangas yang dapat dikembangkan untuk memperkuat ketahanan sosial budaya mereka, seperti mababeo, atau tradisi gotong-royong, dan eha, atau hukum adat untuk menjaga kelestarian alam.

     Potensi ketahanan budaya masyarakat Miangas terbentuk melalui sebuah jaringan organisasi Gereja Kristen Miangas yang merupakan bagian dari Sinode Gereja Kristen Talaud dengan menggunakan bahasa Talaud sebagai bahasa pengantar ibadah. Institusi pendidikan di Miangas, baik di tingkat SD sampai tingkat SMP telah menanamkan kesadaran kebangsaan melalui pengajaran bahasa Indonesia, sejarah dan pendidikan kewarganegaraan. Selain itu, sistem perekonomian masyarakat Miangas yang terintegrasi dengan perekonomian Kabupaten Talaud dan Provinsi Sulawesi Utara melalui rute perjalanan kapal perintis telah mengurangi ketergantungan ekonomi masyarakat Miangas dengan Filipina.

     Disamping bidang kebudayaan, upaya untuk meningkatkan ketahanan NKRI di pulau/daerah perbatasan di bidang pariwisata diwujudkan dengan mengembangkan potensi pariwisata di daerah tersebut. Pembangunan pariwisata diyakini dapat mendongkrak perekonomian masyarakat perbatasan. Penelitian Pengembangan Wisata Bahari Pulau Miangas Sebagai Salah Satu Pulau Terluar merupakan penelitian yang bertujuan untuk menemukan strategi dan model pengembangan pariwisata yang tepat di pulau Miangas, melalui sebuah konsep yang sesuai dengan karakteristik pulau Miangas dengan model wisata bahari yang berciri bottom-up.

     Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kepulauan Miangas memiliki potensi sosial budaya yang sangat kuat dan ada keterikatan ekonomi dan sosial budaya yang justru lebih kuat kepada Filipina dibandingkan dengan kepada Indonesia. Hal terakhir ini perlu menjadikan perhatian kita bersama dalam memperkuat ketahanan bangsa kita dalam kerangka NKRI. Pemerintah, dituntut untuk untuk memberikan perhatian lebih besar kepada seluruh masyarakat Indonesia di manapun mereka berada dan penelitian di Miangas ini diharapkan dapat dijadikan landasan kebijakan pembangunan Kepulauan Miangas, maupun pulau-pulau lain dalam kerangka ketahanan NKRI.

     Selanjutnya, penelitian di bidang arkeologi di Lembah Bada, Poso, Sulawesi Tenggara berhasil menemukan temuan-temuan masa protosejarah yakni penelitian Megalitik Lembah Bada. Penelitian ini berlokasi di Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tenggara. Peninggalan-peninggalan megalitik yang ditemukan adalah beberapa arca-arca megalitik dan kalamba (stone vats) yang mempunyai kemiripan dengan arca-arca megalitik yang ada di Laos. Selain itu, ada temuan-temuan tempayan dari tanah liat yang diperkirakan sebagai tempayan kubur. Lembah Bada-Lembah Besoa dan Lembah Napu pernah diusulkan menjadi salah satu World Heritage ke UNESCO namun belum berhasil. Penelitian ini membuktikan bahwa arca-arca yang ditemukan hampir mirip dengan arca-arca yang ditemukan di negara tetangga Indonesia, yakni Laos.

     Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Ka.Pusformas Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata


Pewarta:
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2011