Jakarta 27/1 (ANTARA) - Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) pada tanggal 27 Januari 2011 di Jakarta menyelenggarakan "business forum" dengan topik: mainstreaming climate change into business plan. Forum yang dihadiri lebih dari 50 peserta dari berbagai kalangan dengan sebagian besar swasta/ pengusaha. Peran swasta/pengusaha dinilai sangat kritikal, sekaligus strategis dalam upaya menyikapi perubahan iklim sehingga merubah potensi negatif menjadi peluang konstruktif pembangunan bangsa secara berkelanjutan.

Menurut Dr.Muhammad Taufiq, Ketua MPN pada sambutannya, forum ini bertujuan untuk membangun pemahaman yang lebih baik di kalangan swasta/ pengusaha tentang dampak perubahan iklim baik positif maupun negative melalui pertukaran informasi terkait isu perubahan iklim, rekomendasi COP-16/CMP-6 UNFCCC) berlangsung tanggal 29 November - 10 Desember 2010 di Cancun, Mexico khususnya green finance. Diharapkan setelah forum bisnis ini dapat membangun "networking" baik antar swasta pengusaha nasional maupun dengan swasta/ pengusaha dan organisasi internasional dalam menciptakan sumber peluang pembangunan berkelanjutan melalui "green finance". Skema pendanaan "green finance" dengan dilandasi lingkungan investasi yang kondusif dengan memasukkan aspek perubahan iklim menjadi salah satu solusi sangat penting dalam membangun Indonesia secara berkelanjutan.

Sumberdaya alam non-konvesional di wilayah pesisir dan lautan, seperti "deep sea water industries", gas hidrat dan biogenik, bioenergi dari alga laut, energi gelombang, energi pasang surut, OTEC (ocean thermal energy conversion), sumber-sumber mata air tawar di dasar laut energi listrik dari ion Na+ dan Cl-, energi nuklir, dan mineral laut belum sepenuhnya bisa dimanfaatkan karena berbagai kendala antara lain pembiayaan. Padahal diperkirakan potensi total ekonomi sektor kelautan Indonesia diperkirakan mencapai US$800 miliar per tahun.

Dua pembicara yang dihadirkan pada forum bisnis ini adalah Mr Takashi Hongo, "Special Adviser" Japan Bank for International Cooperation (JBIC)berkedudukan di Tokyo, Jepang yang merupakan narasumber pada berbagai forum internasional "Climate Change" antara lain pada "International Panel for Climate Change" (IPCC), "Asia Pacific Economic Cooperation" (APEC) yang memaparkan tentang "green finance", dan Dr Suseno Sukoyono Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan, selaku Ketua Komisi Kerjasama Internasional MPN sekaligus Sekretaris Jenderal "Global Legislators for Balance Environment"(GLOBE) Indonesia yang memaparkan tentang berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dan legislator Indonesia dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.

Untuk informasi lebih lanjut silakan menghubungi Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed, Kepala Pusat Data, statistik, dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, HP.0816 193391

Catatan:

1. Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Perubahan Iklim atau "The Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change/The Conference of the Parties serving as the Meeting of the Parties to the Kyoto Protocol" (COP-16/CMP-6 UNFCCC) berlangsung tanggal 29 November - 10 Desember 2010 di Cancun, Mexico.

Pertemuan tersebut menghasilkan "Cancun Agreement", suatu paket keputusan yang berimbang ("a balanced package of decisions") yang menempatkan seluruh pemerintah negara pihak untuk lebih pasti dalam menuju masa depan pembangunan yang rendah emisi dan mendukung peningkatan aksi dalam rangka perubahan iklim di negara berkembang.

2. Pertemuan ini dihadiri oleh 194 Negara Pihak UNFCCC termasuk Indonesia. KTT Cancun juga menghasilkan kesepakatan akan unsur-unsur penting yang diperlukan untuk mencapai kesepakatan yang lebih menyeluruh terutama dalam aspek pengukuran ("measurement"), pelaporan ("reporting"), dan verifikasi ("verification") atau MRV dari pengurangan emisi GRK dan sokongan pendanaan.

3. Aspek MRV menentukan apakah masyarakat dunia benar-benar bisa dan tepat menurunkan emisi, dan apakah memang tersedia dana untuk mendukung upaya tersebut. Selain itu, yang juga berdampak penting untuk Indonesia sebagai negara kepulauan, KTT di Cancun berhasil membentuk Komite Adaptasi. Bagi negara-negara yang kemungkinan terkena dampak parah dari perubahan iklim, kerja komite ini sangatlah ditunggu.

4. "Cancun Agreement" juga mencakup kesepakatan adanya "a new global green fund". Skema pendanaan ini menjadi penting dikarenakan penanggulangan perubahan iklim di seluruh dunia tentulah tidak murah dan mudah. Namun belum ada kejelasan sumber pendanaannya.

Copyright © ANTARA 2011