Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengingatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar berhati-hati dan berpikir jernih dalam membahas Rancangan Undang Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH).

Ketua Lembaga Peyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU Andi Najmi Fuadi di Jakarta, Sabtu, menyatakan, sebagai produk negara, maka regulasi yang dibuat tidak mungkin hanya ditujukan untuk golongan tertentu.

"Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila yang memberikan perlindungan kepada semua pemeluk agama. Sebuah RUU harus dapat dirasakan manfaatnya untuk semua penganut agama di Indonesia," katanya.

Dalam hal perlindungan negara kepada masyarakat dari produk yang dilarang agama, lanjutnya, maka perlindungan itu tidak hanya ditujukan kepada kelompok Muslim, namun juga umat agama yang lain.

"Karena itu DPR harus mendengarkan semua kelompok agama di Indonesia agar RUU JPH tersebut dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari," katanya.

Menurut Andi, untuk efisiensi sebaiknya substansi RUU JPH hanya mengatur produk-produk yang dilarang masing-masing agama, tidak perlu menggiring agar semua produk harus diberi sertifikat halal.

"Carilah formula agar RUU itu cukup menginventarisasi produk yang dilarang oleh agama. Logikanya, jika sudah ada label `dilarang agama` maka yang lain (produk yang tidak diberi label, Red) secara otomatis boleh. Tidak seperti sekarang mirip kejar setoran dimana semua produk ditarget harus ada sertifikat halal," katanya.

Kalaupun DPR dan Pemerintah memaksakan substansi RUU JPH adalah inventarisasi kehalalan semua produk, lanjutnya, maka semua organisasi keagamaan harus diberi hak untuk menentukan kehalalan sebuah produk sebagai konsekuensi negara berlandaskan Pancasila.

"Dalam lokus yang lebih kecil yaitu Islam, beberapa ormas Islam perlu diberi hak untuk menentukan kehalalan sebuah produk. NU dan Muhammadiyah perlu diberi otoritas karena aspek kesejarahan, kompetensi, dan kebesaran pengikutnya," katanya.(*)
(T.S024/E001)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011