Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VI DPR RI Erik Satrya Wardhana menegaskan dirinya tetap konsisten pada rekomendasi Rapimnas Gema Hanura dan Rapimnas Partai Hanura akhir 2010, yakni perlunya pemerintah melakukan moratorium privatisasi Badan Usaha Milik Negara(BUMN).

"Perlu moratorium privatisasi BUMN dilatarbelakangi emahnya legislasi dan regulasi yang menjadi landasan kebijakan privatisasi BUMN," ujar Erik yang juga ketua umum Gema Hanura itu, di Jakarta, Minggu.

Dia menjelaskan, sampai saat ini, tidak ada UU yang mengatur BUMN mana yang tergolong ’Cabang-cabang Produksi Penting yang Menguasai Hajat Hidup Orang Banyak yang Harus Dikuasai oleh Negara’ (pasal 33 ayat 2 UUD 1945).

Undang-Undang BUMN tidak mengatur itu tapi membolehkan privatisasi BUMN sehingga seolah semua BUMN boleh diprivatisasi. "Peraturan pelaksana undang-undang tersebut yang mengatur tata cara privatisasi sangat terbatas sehingga memberi kesempatan bagi para free rider (pejabat pemerintah, politisi, investor/pengusaha) mengambil keuntungan besar secara tidak wajar," kata Erik.

Menurut dia, ketidakberdayaan pemerintah dalam menetapkan harga ’terbaik’ pada IPO Garuda dan Right Issue Mandiri, juga karena lemahnya regulasi yang membuat pemerintah seperti tak berdaya menghadapi tekanan pasar. Padahal pasar tidak independent.

Sebelumnya sudah ada aksi para investor asing ’meninggalkan’ pasar. "Mungkin dengan sengaja supaya harga tertekan. Seharusnya regulasi privatisasi bisa melindungi kepentingan negara menghadapi tekanan pasar yang memang tidak independen," jelas anggota DPR dari Fraksi Hanura ini.

Bagi Erik, apapun yang terkait privatisasi BUMN posisinya sudah jelas. Hasil Rapimnas Partai Hanura sudah menegaskan pihaknya meminta Moratorium Privatisasi BUMN.

"Ini harus dilakukan untuk memberi kesempatan dilakukannya penyempurnaan terhadap legislasi dan regulasi yang mendasari kebijakan privatisasi. Langkah terbaik saat ini adalah melakukani revisi terhadap Undang-Undang BUMN dan menyempurnakan regulasi yang mengatur privatisasi, sehingga bisa memperkecil peluang bagi free-rider untuk mengambil keuntungan yang tidak wajar yang merugikan negara dan juga melindungi kepentingan negara dari para investor nakal yang mempermainkan harga di pasar saham." demikian Erik.(*)
(R009/K004)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011