Beijing (ANTARA News/Reuters) - China memblokir kata "Mesir" dari mesin pencari di situs "microblog" yang menandakan pemerintah China khawatir mengenai protes yang meminta adanya reformasi politik di Mesir akan menyebar ke dunia internet China.

Pencarian pada Minggu untuk kata "Mesir" dalam situs internet "microblog" China seperti Sina.com dan Sohu.com --situs internet yang mirip Twitter-- menunjukkan frase tersebut tidak dapat ditemukan atau tidak dapat ditunjukkan menurut aturan yang berlaku.

Lebih dari 100 orang tewas di Mesir dalam lima hari dalam protes yang tidak terkendali yang memuncak di negara-negara Arab.

Pada Minggu, lebih dari 1.000 demonstran berkumpul di pusat Kairo, meminta Presiden Hosni Mubarak turun dan menolak penunjukkan atas wakil presidennya.

China mengeluarkan peringatan kepada warganya di Mesir pada Minggu, mendesar para wisatawan China untuk mempertimbangkan kembali rencana mreka atau mencari bantuan dari pemerintah China di Mesir.

Media pemerintah China melaporkan mengenai kerusuhan yang terjadi, termasuk pemberitaan mengenai jumlah korban tewas dan penunjukkan wakil presiden pertama Mubarak, pengumuman yang mungkin merujuk pada pergantian kepemimpinan politik.

Pada Jumat, kantor berita resmi China Xinhua melaporkan bahwa akses telepon dan internet diputus di Kairo.

Namun sensor China atas situs internet "microblog" miliknya tampak ditujukan untuk mencegah kejadian di Mesir menjadi contoh bagi pihak oposisi di dalam negeri.

China mengatakan internet bebas dan terbuka bagi 450 juta penggunanya namun pemerintah memblokir beberapa situs jejaring pertemanan seperti Twitter, Flickr, Facebook dan YouTube yang telah digunakan untuk menggerakkan protes di seantero dunia.

Pemerintah juga secara rutin menutup situs internet atau menghapus muatan yang dianggap berbahaya bagi keamanan China atau melanggar peraturan China.

Harian populer yang dipublikasikan oleh Partai Komunis China, Global Times, mengatakan komentar pada Minggu mengenai demokrasi tidak tepat dengan kondisi di Mesir atau Tunisia dan menyebutkan bahwa "revolusi yang berwarna" tidak dapat mencapai demokrasi sebenarnya.

"Revolusi berwarna" adalah sebutan pertama yang dibuat untuk mendeskripsikan protes demokrasi di Uni Soviet memicu "tuntutan jalanan" di Afrika dan kemunculan demokrasi di Asia, kata Global Times.

"Demokrasi masih jauh di Tunisia dan Mesir. Kesuksesan demokrasi membutuhkan fondasi konkrit dalam bidang ekonomi, pendidikan dan sosial," tulis harian itu.

"Namun bila membicarakan mengenai sistem politik, model Barat hanya satu dari sedikit pilihan," tambah Global Times.(*)
(Uu.KR-DLN/H-AK)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011