Semakin mengetahui Indonesia, semakin ingin mereka bekerjasama dan bermitra dengan kita.
Jakarta (ANTARA News) - Kota kecil Davos di timur Swiss yang cuma berpenduduk 13 ribu orang mendadak penuh menjelang akhir Januari. Kamar hotel habis disewa. Jalan-jalan selebar dua jalur tak terhindarkan dari macet.

Tapi kawasan resor ski terkenal di kaki Pegunungan Alpen itu tidak ramai oleh mereka yang ingin berlibur.

Para pendatang bertampang seriuslah yang meramaikannya.  Mereka datang dengan berbalutkan setelan jas rapi di balik jaket super tebal untuk mengamankan tubuh dari serangan udara dingin yang hampir selalu bertemperatur di bawah nol derajat celcius.

Kamis pagi 27 Januari 2011 mereka berbondong-bondong menuju Gedung Kongres Zentrum. Pemeriksaan ketat di pintu masuk gedung menciptakan antrean panjang dan merekan pun harus rela berdiri lama di atas lapisan salju licin yang membuat siapapun terpeleset jika tak hati-hati melangkah.

Kehangatan langsung menyambut begitu lolos dari pintu pemeriksaan. Jaket tebal boleh ditinggalkan kepada petugas yang ramah dan sigap melayani di tempat penitipan lobi gedung. Sepatu boot juga bisa disalin dengan sepatu berhak tinggi model terkini.

Manusia-manusia yang tadinya menggigil kedinginan berpakaian serba tertutup kini mengenakan aneka model busana bak ingin berlenggok di panggung fashion.

Lapar? Haus? Jangan khawatir. Ke mana pun kaki melangkah di Kongres Zentrum, pojok-pojok makanan dan minuman dengan mudah ditemukan.

Teh, kopi, aneka jus buah, buah-buahan, minuman soda, roti, pastry, kue-kue. Tinggal minta kepada pelayan, langsung dinikmati tanpa membayar.

Ingin tahu informasi dunia terkini? Aneka majalah dan koran terkemuka dipajang di hampir setiap sudut untuk diambil secara gratis.

Komputer bertebaran di sana-sini beserta jaringan internet nirkabel, menyediakan akses super cepat ke dunia maya. Lagi-lagi gratis.

Inilah waktunya untuk World Economic Forum (WEF) di Davos.

Diselenggarakan oleh organisasi independen bermarkas di Zurich, WEF digelar setiap tahun untuk membahas berbagai masalah yang mendera dunia.

Ajang bergengsi tempat berkumpulnya ratusan pimpinan eksekutif perusahaan ternama dunia dan juga segelintir kepala negara/pemerintahan.

Bukan hanya sesi diskusi dan pidato kepala negara/pemerintahan dan pengusaha terkemuka yang menarik banyak orang untuk menghadiri WEF. Tapi juga pesona tempat itu yang tepat untuk bergaul memperluas jaringan bisnis.

Tebar senyum dengan sedikit sapaan 'hai" untuk memperkenalkan diri kepada pengusaha sedunia, guna mengais kemungkinan menemukan keuntungan.

Indonesia pun tidak ketinggalan memanfaatkan ajang bergaul internasional itu sebagai sarana memperkenalkan diri dalam menggali peluang ekonomi tersembunyi.

Kehadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di WEF pada 27-29 Januari 2011 untuk menyampaikan pidato khusus dan menjadi panelis dalam beberapa sesi diskusi, jelas dimanfaatkan juga untuk memperkenalkan Indonesia kepada dunia.

Para pengusaha dunia, menurut Presiden Yudhoyono, ternyata belum memiliki informasi dan gambaran yang jelas tentang Indonesia.

Dalam sebuah pertemuan komunitas bisnis internasional yang dihadirinya, para pengusaha dunia mengaku belum mengetahui Indonesia sebaik mereka mengenal China atau India.

"Ada keperluan Indonesia untuk diketahui dengan gambar yang jelas. Oleh karena itu kewajiban saya sebagai kepala negara tentunya bersama para menteri dan semua yang ikut hadir dalam kunjungan ini untuk ikut menjelaskan apa adanya," tutur Presiden.

Menurut Presiden, para pengusaha dunia itu kemudian menunjukkan minat untuk datang dan berinvestasi setelah mendapatkan penjelasan yang cukup tentang Indonesia.

"Semakin mengetahui Indonesia, semakin ingin mereka bekerjasama dan bermitra dengan kita. Apalagi mereka negara-negara maju, maka manfaatnya bisa kita dapatkan.

Banyak yang menyatakan langsung kepada saya, yang sudah investasi ingin tambah lagi, yang belum nampaknya serius dan ingin datang ke Indonesia. Saya sambut kalau betul-betul bisa meningkatkan benefit buat kita" papar Presiden.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu pun mengaku WEF adalah ajang paling tepat untuk menjalin networking atau memperluas jaringan guna mencari peluang baru berinvestasi.

Dalam setiap kesempatan, setiap anggota delegasi rombongan Presideb selalu berupaya memperkenalkan Indonesia beserta potensi ekonominya kepada para pelaku bisnis tingkat dunia.

"Dari segi investasi, Davos ini adalah tempat yang luar biasa untuk melakukan networking karena di sini hadir CEO dari lebih seribu perusahaan top dunia maupun 200 pengusaha kecil," ujar Mari.

Kementerian Perdagangan bahkan menggelar Indonesia Night di Hotel Morosani Schweizerhof, Davos, guna memperkenalkan Indonesia kepada komunitas bisnis internasional.

Acara bertajuk Celebrating the Spirit of Collaboration and Cooperation itu juga menyuguhkan aneka makanan tradisional, lagu-lagu daerah, dan tarian dari beberapa daerah nusantara.

Kepada komunitas bisnis internasional yang hadir di Indonesia Night, didampingi Ani Yudhoyono, Presiden menceritakan pesona Indonesia yang terdiri dari beragam budaya dan dialek bahasa yang tersebar di puluhan ribu untaian pulau.

Presiden juga menuturkan beragam keberhasilan yang dicapai Indonesia selama sepuluh tahun terakhir setelah reformasi, seperti stabilitas politik dan merangkaknya pertumbuhan ekonomi.

Malam itu, di Hotel Morosani Schweizerhof di Promenade, satu-satunya jalan utama membelah kota Davos yang di kanan dan kirinya dijejeri barisan etalase toko, Indonesia tampil menawan.

Di situ, barang-barang bermerk terkenal dipamerkan, ditawarkan kepada pejalan kaki nan berpunya yang tak henti berlalulalang.

Pastinya tidak ada yang gratis di Promenade. Barang baru bisa keluar dari toko setelah dibayar. Begitu juga sebenarnya yang terjadi di Kongres Zentrum, tempat diselenggarakannya WEF pada 27-31 Januari 2011.

Awalnya, makanan, minuman, dan layanan informasi terlihat gratis, padahal peserta WEF ternyata bisa dinikmati semua itu setelah mereka lebih dulu membayar uang pendaftaran untuk mendapatkan tanda pengenal agar bisa memasuki Kongres Zentrum.

Jangan coba-coba mendekati Kongres Zentrum tanpa tanda pengenal. Lusinan petugas keamanan dan anjing galak siap sedia mengusir.

Tak ada yang cuma-cuma di sana, bahkan wartawan peliput WEF pun harus membayar untuk mendapatkan sebuah meja kosong di ruang kerja media massa.

Mungkin itulah wajah dunia sekarang. Yang mendapatkan tempat adalah mereka yang memegang uang.

Dan Indonesia yang kekurangan modal untuk mengejar pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan menciptakan lapangan pekerjaan, harus memberi tempat kepada mereka yang punya uang, meski berasal dari negeri asing.

Mudah-mudahan mereka yang mempunyai uang tidak menggusur para pemilik negeri ini yang kebetulan tidak memiliki uang.

ANT/D013

Oleh Diah Novianti
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011