Kairo (ANTARA News) - Menteri Kesehatan Mesir Ahmad Sameh Farid mengatakan, satu orang tewas dan ratusan cedera akibat bentrokan hebat di Bundaran Tahrir, pusat kota Kairo, antara pengunjuk rasa pendukung Presiden Hosni Mubarak dan anti-pemerintah, Rabu malam atau Kamis dini hari WIB, demikian AFP melaporkan.

Jumlah korban cedera lebih dari 340 orang dan telah dibawa ke beberapa rumah sakit terdekat untuk pengobatan, termasuk di Rumah Sakit Hussein.

Bentrokan berlangsung selama hampir empat jam antara pukul 16.30 hingga sekitar pukul 20.00 waktu setempat.

Syeikh Agung Al-Azhar Prof. Dr. Ahmad Tayeb menyerukan kepada semua pihak untuk menahan diri demi keselamatan bangsa.

Partai oposisi Al-Wafd juga menyerukan pendukungnya untuk menahan diri dan mengutamakan dialog dengan pemerintah.

Namun, oposisi utama Mesir, Ikwanul Muslimin, menolak berdialog dengan pemerintah dan mendesak Presiden Mubarak untuk mengundurkan diri dan dibentuk pemerintahan transisi.

Jaringan televisi nasional Mesir berulang-ulang mengumumkan agar Bundaran Tahrir segera dikosongkan karena ada pihak garis keras sedang menuju Tahrir untuk membuat kerusakan.

Dalam sepekan terakhir, Bundaran Tahrir dikuasai oleh oposisi.

Media pro-pemerintah menyebutkan bahwa oposisi memobilisasi ribuan orang di luar Kairo untuk menginap di Bundaran Tahrir.

Selama sepekan sejak Jumat (28/1) ribuan demonstran anti-Mubarak menguasai Bundaran Tahrir.

Pada Rabu para pendukung pemerintah pimpinan Presiden Hosni Mubarak berusaha menyerang oposisi di bundaran Tahrir tersebut dan aksi lempar batu pun tak bisi dihindari.

Para pendukung pemerintah itu mulai berunjuk rasa Selasa (1/2) dan jumlahnya semakin bertambah pada Rabu pagi.

Pada Rabu sekitar pukul 14.00 waktu setempat pendukung Mubarak bergerak dari gedung stasiun televisi nasional Mesir menuju Tahrir.

Bentrokan hebat pun pecah dan pelemparan batu antara mereka tak terhindarkan lagi.

Banyak kalangan memprihatinkan bentrokan itu karena kepolisian tidak lagi berfungsi sejak Jumat lalu.

Polisi menjadi musuh demonstran anti-Mubarak karena dianggap menggunakan kekerasan dalam menghadapi pengunjuk rasa pada Jumat lalu di ibu kota Kairo dan sejumlah provinsi yang menewaskan lebih 100 orang.

Pada Senin lalu polisi telah diperintahkan kembali bertugas, namun mereka hanya segelintir dari polisi lalu lintas.

Para polisi diduga kuat memakai pakaian biasa dan bergabung dengan pengunjuk rasa pro-pemerintah.

Militer juga yang mengerahkan tank-tank tempur di Budanran Tahrir juga tampak tak berdaya menghadapi bentrokan kedua pihak berseberangan tersebut.

Sekitar sejam berlangsungnya aksi lempar batu tersebut dan tidak tampak aparat keamanan atau militer merelai kedua kelompok berseberangan tersebut.

Bentrokan itu terjadi satu jam sebelum berlakunya jam malam mulai pukul 15.00 hingga pukul 8.00 waktu setempat.

Unjuk rasa anti Mubarak berlangsung mulai Selasa (25/1) dan memuncak pada Jumat (28/1) pekan lalu yang terjadi serentak merata di seantero Mesir.

Kelompok oposisi anti-Mubarak awalnya menuntut reformasi politik pembubaran pemerintah serta pemilihan umum ulang.

Untuk memenuhi tuntutan oposisi, Mubarak mengangkat Omar Suleiman sebagai wakil presiden dan menunjuk Ahmed Mufiq sebagai perdana menteri untuk membentuk pemerintahan baru menggantikan pemerintah yang diminta Presiden Mubarak untuk mengundurkan diri pada Jumat (28/12).

Dalam pindato televisi pada Selasa (2/2) malam, Mubarak berjanji tidak akan mencalonkan diri lagi dalam pemilihan presiden pada September mendatang.

Presiden Mubarak juga menolak melakukan pemilihan anggota legislatif ulang setelah pemilu pada November lalu yang dimenangkan Partai Nasional Demokrat pimpinan Mubarak.

Hingga berita ini diturunkan pada Rabu pukul 21.00 waktu Kairo atau Kamis pukul 2.00 WIB, suasana di Bundaran Tahrir sudah mulai tenang.

Oposisi anti-pemerinta masih bertahan di Bundaran Tahrir, namun jumlahnya tidak sebanyak beberapa malam sebelumnya. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011