Karimun, Kepri (ANTARA News) - Manajer Operasional Grup Tanker PT Pertamina, I Putu Benedin, di Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, Rabu, menyangkal 475 ton bahan bakar minyak muatan MT Eternal Oil II milik PT Pertamina.

MT Eternal Oil II adalah kapal tanker yang ditangkap patroli Bea dan Cukai Kepulauan Riau karena mentransfer bahan bakar minyak (BBM) secara ilegal ke lambung tanker berbendera Malaysia, MT Jie Sheng, di perairan Pulau Tujuh, Bangka, 18 November 2010.

Benedin dalam persidangan di Karimun menyatakan, MT Eternal Oil II memang disewa Pertamina untuk mengangkut BBM, tetapi jenis BBM yang diangkut kapal tersebut bukan yang ditransfer ke lambung MT Jie Sheng.

``Jenis minyak yang diangkut Eternal Oil II adalah ``crude oil`` atau `SLWR`, bukan `slop oil` seperti yang ditransfer ke Jie Sheng. Minyak jenis itu tidak pernah dijual Pertamina karena termasuk limbah atau minyak kotor (residu),`` katanya.

Dia mengatakan, saat ditangkap, kapal tersebut berangkat dari Plaju, Palembang dalam keadaan kosong untuk menjemput muatan di Sangata, Kalimantan Timur.

Namun, kapal tersebut ternyata melakukan aktivitas di luar jadwal dan sepengetahuan Pertamina.

``Kami juga tidak tahu minyak tersebut dari mana. Itu di luar pantauan kami,`` ucapnya.

Hanya, lanjut dia, berdasarkan peraturan internasional, setiap kapal tanker wajib menyediakan blok tank untuk menampung ``slop oil`` minimal 3 persen dari total muatan.

``Apakah minyak tersebut termasuk yang tiga persen kami juga tidak tahu,`` katanya.

Dalam persidangan yang diketuai hakim Y Wisnu Wicaksono dia mengatakan Pertamina tidak dirugikan oleh upaya penyelundupan BBM tersebut.

``Kami hanya rugi dalam hal sewa-menyewa. Kapal yang seharusnya menjemput muatan, tak tahunya ditangkap patroli BC,`` tuturnya.


Disewakan

Sementara itu, Wan Muhammad Fauzi, warga negara Malaysia selaku MT Jie Sheng mengaku tidak mengetahui aktivitas ``kencing minyak`` dari MT Eternal Oil karena kapal tersebut disewakan pada satu perusahaan Vietnam.

``Kami tidak tahu menahu dan boleh dikatakan jadi korban. Kapal itu disewa perusahaan Vietnam,`` katanya dalam persidangan yang menghadirkan empat terdakwa itu.

Wan Muhammad Fauzi mengaku kapal tersebut disewa selama setahun namun menjelang akhir tahun justru ditangkap kapal patroli BC.

``Kapal tersebut berlayar jurusan Johor, Singapura dan Batam. Biasanya, kapal tersebut mengangkut BBM dari Singapura menuju Johor, soal adanya transfer ilegal kami tidak tahu,`` ucapnya.


Saksi Ahli

Selain menghadirkan saksi Pertamina dan pemilik kapal, sidang penyelundupan BBM dengan terdakwa, Janis (nakhoda MT Jie Sheng), Wundi Susanto (nakhoda MT Eternal Oil II), Edi (mualim Jie Sheng) dan Zeth (pengurus kapal) ini juga menghadirkan saksi ahli dan saksi penangkap.

Saksi ahli yang dihadirkan yaitu Binsar Sinaga dan Yusriadi. Binsar Sinaga memaparkan bahwa transfer BBM dari kapal berbendera Indonesia ke kapal berbendera asing tanpa memberitahukan kepada petugas pabean termasuk penyelundupan.

``Selain itu, ekspor BBM juga punya aturan, yaitu mendapat persetujuan dari Kementerian Pertambangan dan izinnya dari Kementerian Perdagangan. Sedangkan BC bertugas mengawai kegiatan ekspor, dalam hal ini mencegah penyelundupan,`` katanya.

Menurut dia, aktivitas pindah muatan dari MT Eternal Oil ke Jie Sheng termasuk penyelundupan dan melanggar Pasal 102 Undang-undang Kepabeanan.

Sementara, saksi Yusriadi mengatakan bahwa lokasi pindah muatan kedua kapal tersebut berada sekitar 180 mil dari perairan internasional dan dipastikan termasuk perairan Indonesia.

Saksi penangkap dari BC, Edi Nurman mengatakan, saat ditangkap, Eternal Oil II telah mentransfer 475 ton BBM ke lambung Jie Sheng.

``Nakhoda kapal tidak berhasil memperlihatkan dokumen ekspor. Berdasarkan dokumen kapal, BBM tersebut akan dibawa ke Singapura,`` katanya.

Keempat terdakwa, saat ditanya majelis hakim membenarkan keterangan dari para saksi. Sidang yang dihadiri Jaksa Penuntut Umum Restu Andi ini akan dilanjutkan pekan depan.  (HAM/A013/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011