Vihara Arya Dharma Jayapura menjadi lokasi ibadah satu- satunya di Jayapura untuk penganut agama Budha dan memiliki bentuk menyerupai koware. (ANTARA/Livia Kristianti)

Vihara Arya Dharma

Cerita lain tentang indahnya perbedaan namun tetap bisa menciptakan persatuan yang kental juga datang dari Vihara Arya Dharma yang juga terletak di Kota Jayapura.

Menurut Ketua Vihara Arya Dharma Pandhipta Aan Djamian persatuan dan penerimaan masyarakat terhadap sebuah perbedaan di Papua sangatlah harmonis.

Ia bahkan menyebutkan anggapan buruk mengenai masyarakat Papua adalah sebuah kesalahan yang besar, karena pada dasarnya dengan pendekatan yang tepat masyarakat di Bumi Cendrawasih rupanya memiliki hati yang lembut.

“Papua memang unik, kalau diibaratkan sebagai buah maka bisa dibilang masyarakat disini adalah rajanya buah. Jadi mungkin dari luar terlihat kulitnya tajam, menakutkan saat pertama kali lihat. Tapi saat dibuka dengan tepat, dengan sentuhan cinta kasih maka hasilnya didapat manis dan lembut,” kata Aan menggambarkan kebaikan hati masyarakat Papua.

Pandhita Aan menuturkan sejak dibangun 32 tahun yang lalu, Vihara Arya Dharma berdiri dengan filosofis harmonis dan dinamis menyatu dengan budaya di Papua.

Maka dari itu sejak awal didirikan Vihara Arya Dharma memang sengaja dibangun dengan bentuk menyerupai koware.

Sebelum adanya ajaran beragam agama masuk ke Papua, koware merupakan tempat ibadat nenek moyang masyarakat Papua.

“Kami Budha masuk dengan tidak merusak tradisi mereka, jadi kami hidup berbaur dan menyatu dengan masyarakat yang masih memiliki tradisi- tradisi yang dipegang teguh sampai sekarang,” kata Aan.

Sejak berdirinya Vihara Arya Dharma hingga saat ini ada tiga kelompok besar yang menjadi penganut agama Budha di Jayapura mereka berasal Jawa, NTB, dan merupakan keturunan China.

Meski masyarakat asli Papua tidak memeluk agama Budha, namun penerimaan masyarakat terhadap para pemeluk keyakinan Budha sangatlah baik.

Komunikasi yang merakyat terus dijalin khususnya melewati bantuan Ondoafi atau Kepala suku adat.

Hal itu agar memastikan kedamaian serta hubungan yang terjalin dapat terus terjaga sehingga meski dalam kondisi berbeda- beda di masyarakat tetapi tetap satu menghidupi semangat semboyan Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika.

Keragaman dan penerimaan dalam perbedaan juga terlihat kental setiap perayaan hari- hari besar keagamaan.

Pandhita Aan menceritakan jika di Pulau Jawa tidak awam bagi antar umat beda agama mengunjungi tempat ibadat satu sama lain, maka di Papua hal itu menjadi tradisi tersendiri yang tentunya memberikan pengalaman unik dan menggambarkan persatuan.

“Kami kalau Waisak itu open house, itu semua umat beragama mau dia Hindu, Budha, Islam, maupun Kristen itu semuanya datang. Sama halnya kalau di gereja ada natal, kami ikut meramaikannya. Begitu juga pada saat yang Muslim merayakan Lebaran kami juga datang bersilaturahmi. Hal itu biasa disini. Kami bukan sekadar bicara ya, jadi kami benar- benar menggaungkan keharmonisan agama,” ujar Aan.

Rasa menghargai keberagaman untuk menciptakan persatuan itu pun turut diturunkan kepada generasi yang lebih muda.

Pandhita Aan bercerita kehadiran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Papua sangatlah besar untuk menghadirkan generasi muda yang juga memiliki rasa welas asih itu.

Digagas melalui acara bernama “Camp Damai”, anak- anak muda diajarkan untuk saling mengenal dan berinteraksi dari lima unsur agama yang ada di Papua.

“Awalnya mereka malu- malu. Mereka kan masih duduk di bangku SMA ya rata-rata, nah disitu kita bentuk karakter dan kapasitas mereka memahami kesatuan. Lalu akhirnya mereka bisa berbaur dan menjadi keluarga menjadikan dasar untuk generasi penerus,” kata Pandhita Aan.

Lewat kegiatan- kegiatan itu, Pandhita Aan yakin rasa persatuan yang telah dipupuk puluhan tahun lamanya meski di tengah perbedaan bisa tetap terjaga.

Dengan keindahan di setiap penerimaan antar umat beragama, terlihat jelas Bhineka Tunggal Ika terefleksikan di Bumi Cendrawasih.

Semoga hal ini bisa juga tergaung tak hanya di Papua tapi juga seluruh Indonesia.

Baca juga: Papua Barat "rumah besar" keragaman suku di Indonesia, sebut Gubernur
Baca juga: Tokoh pemuda Papua berharap pendidikan keberagaman diajarkan

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2021