Tripoli (ANTARA News) - Pasukan keamanan menembak mati tiga tahanan, Jumat, ketika mereka berusaha melarikan diri dari sebuah penjara dekat Tripoli, kata satu sumber keamanan kepada AFP.

"Tahanan berusaha melarikan diri dari penjara El-Jedaida, namun petugas menghalanginya dan terpaksa melepaskan tembakan ke arah tahanan yang menggunakan kekerasan," kata sumber itu seraya menambahkan keadaan kini telah terkendali.

Sebelumnya, lebih dari 1.000 tahanan melarikan diri dari sebuah penjara di kota kedua Libya, Benghazi, yang menjadi ajang demonstrasi mematikan menentang pemerintahan Moamer Kadhafi pekan ini, lapor surat kabar Quryna di situsnya.

"Ada pemberontakan di penjara Al-Kuifya dan banyak tahanan melarikan diri," kata Ramadan Briki, kepala redaksi Quryna, kepada AFP.

Ia menambahkan, tahanan-tahanan yang kabur itu juga membakar kantor jaksa setempat, sebuah bank dan sebuah kantor polisi.

Quryna, yang memiliki kedekatan dengan putra Kadhafi, Seif al-Islam, mengatakan di situs beritanya, sekitar 150 tahanan segera ditangkap lagi oleh pasukan keamanan.

Menurut data Human Rights Watch, kerusuhan penjara itu terjadi di tengah bergolaknya protes anti-Kadhafi yang menewaskan sedikitnya 24 orang, Kamis.

Aktivis prodemokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, tampaknya terinspirasi revolusi di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.

Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat pekan lalu setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan beranggotakan sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.

Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara yang mengawasi pemerintah sementara Perdana Menteri Ahmed Shafiq.

Di Tunisia, Januari lalu, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Zine El Abidine Ben Ali.

Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah meningkatnya tuntutan pengundurkan dirinya meski dia telah menyatakan tidak akan memperpanjang masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.

Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka.

M014

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011