Washington (ANTARA News) - Amerika Serikat telah mengijinkan keluarga staf kedutaan besarnya meninggalkan Libya Ahad, di tengah kekerasan yang meningkat terhadap demonstran anti-pemerintah yang diperkirakan telah menyebabkan sedikitnya 170 orang tewas.

Dalam peringatan perjalanannya, Deplu AS minta warga Amerika di Libya untuk sangat berhati-hati ketika melakukan perjalanan ke Libya timur, demikian AFP melaporkan.

"Warga AS di luar Libya diminta untuk menunda perjalanan tidak penting ke Libya pada waktu ini," peringatan itu menambahkan, dengan menyebut "potensi kekerasan tanpa henti".

"Deplu AS mendesak dengan keras warga AS untuk menghindari semua demonstrasi, karena meskipun demonstrasi itu damai, dapat berubah dengan cepat menjadi sulit dikendalikan dan orang asing dapat menjadi sasaran gangguan atau lebih buruk."

Tapi badan yang bertanggungjawab pada diplomasi AS juga mengakui bahwa "tidak ada indikasi bahwa orang-orang Barat telah diancam atau ditargetkan".

Demonstrasi terhadap Moamer Kadhafi, penguasa Arab yang telah lama menjabat, telah meluas hingga mendekati ibukota Tripoli dan pertempuran baru meletus di kota yang bergolak Benghazi, sementara itu kelompok Human Right Watch menyatakan sedikitnya 173 orang telah tewas sejak Selasa dalam tindakan keras bertangan besi di Libya.

Juga pada Ahad Deplu mengutuk penggunaan kekuatan di Libya, dengan mengatakan mereka telah menerima "banyak laporan yang bisa dipercaya bahwa ratusan orang telah tewas dan luka-luka dalam beberapa hari kekacauan itu".

Pasukan keamanan telah menggunakan senjata mesin dan senjata berat lainnya terhadap demonstran, menurut kelompok HAM itu.

Beberapa saksi mengatakan pasukan keamanan, yang didukung oleh "tentara bayaran Afika", telah menembak ke arah kerumunan massa "tanpa pandang bulu".

Demonstrasi spontan dan kekerasan mungkin akan berlangsung selama beberapa hari ke depan. Pos-pos pemeriksaan keamanan dan penutupan jalan mungkin akan terjadi di seluruh Libya, mengubah pola lalulintas tanpa pemberitahuan, Deplu AS menyebutkan dalam peringatan perjalanannya.

"Demonstrasi telah menurun dalam beberapa kesempatan menjadi bentrokan keras antara pasukan keamanan dan demonstran, yang mengakibatkan luka-luka," katanya, dan mendesak warga AS untuk waspada terkait keamanan mereka sendiri.

Kadhafi, 68, telah memerintah negara Afrika Utara kaya minyak itu selama empat dasawarsa. Ia lama dikucilkan Barat, tapi hubungan telah membaik yang terlihat pada beberapa tahun belakangan ini.

Ia belum membuat komentar terbuka mengenai tantangan yang belum pernah terjadi sebelumjnya terhadap rezimnya itu, bagian dari gelombang pergolakan rakyat yang meluas di kawasan yang telah menjatuhkan presiden Tunisia dan Mesir, yang dekat dengan Libya. (S008/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011