Konflik yang terjadi itu memicu investor cenderung memegang dana tunai
Jakarta (ANTARA News) - Mata uang Rupiah di pasar spot antar bank Jakarta pada Rabu pagi ini melanjutkan pelemahan akibat aksi ambil untung (profit taking) pelaku pasar yang dipicu oleh konflik Timur Tengah dan Afrika Utara yang masih berlanjut.

Kurs mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terkoreksi sebesar 14 poin ke posisi Rp8.858 dibanding sebelumnya yang sebesar Rp8.872.

Analis pasar uang Lana Soelistianingsih di Jakarta, Rabu mengatakan, nilai tukar rupiah pagi ini ditutup melemah. Pelemahan juga terjadi pada sebagian besar mata uang Asia seiring dengan meningkatnya kekawatiran terhadap gejolak politik di Timur Tengah dan Afrika Utara.

"Konflik yang terjadi itu memicu investor cenderung memegang dana tunai," kata dia.

Ia menambahkan, masih kuatnya kekawatiran terhadap kondisi di Libya dan negara tetangganya membuat permintaan dolar AS meningkat, sebaliknya mata uang lainnya cenderung melemah termasuk IDR.

Ia mengatakan, kekawatiran tersebut juga terlihat di pasar saham Asia, termasuk indeks harga saham gabungan (IHSG) yang dibuka pada pagi ini melemah 10 poin.

Ia menambahkan, krisis Libya dikabarkan telah menewaskan lebih dari 500 orang demonstran. Krisis Libya ini dikawatirkan merembet ke negara-negara lain terutama ke Arab Saudi.

"Tidak hanya di kawasan Timur Tengah, krisis ini juga dikhawatirkan menular ke Cina seiring dengan mulai terjadinya kerusuhan-kerusuhan kecil di Shanghai pada akhir minggu lalu," ujarnya.

Sementara itu, lanjut dia, pemungutan suara terbuka dalam pemutusan hak angket mafia pajak yang ditolak dianggap netral oleh pasar.

"Hak angket ini ditanggapi netral oleh pasar, tetapi bisa memberikan implikasi yang cukup positif terhadap kinerja pemerintah mengingat jika hak angket tersebut diterima dipastikan akan menyerap energi dan mengurangi konsentrasi pemerintah terhadap pelaksanaan anggaran APBN 2011 sebagaimana ketika dilaksanakan hak angket Bank Century pada awal tahun 2010 lalu," katanya.
(*)




Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011