Kalau Dipo Alam sebagai pejabat Pemerintah, Sekretaris Kabinet Pemerintahan SBY, kalau dia keberatan terhadap pemberitaan itu, maka harus memberikan suatu contoh ketaatan terhadap UU dan produk hukum yang berlaku
Jakarta (ANTARA News) - Petisi 28 mengadukan Sekretaris Kabinet  Dipo Alam kepada Dewan Pers atas pernyataannya yang dinilai telah melakukan represi kepada media dan anti-demokrasi.

Aktivis Petisi 28 Haris Rusli Moti yang diterima oleh Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Rabu, mengatakan Dipo Alam sebagai pejabat Pemerintah telah memberikan contoh yang buruk bagi demokrasi di Indonesia.

Media massa melaporkan tentang  Dipo Alam yang menginstruksikan kepada jajaran pemerintahan untuk memboikot iklan kepada media massa yang dinilai telah menjelek-jelekkan Pemerintah.

"Kalau Dipo Alam sebagai pejabat Pemerintah, Sekretaris Kabinet Pemerintahan SBY, kalau dia keberatan terhadap pemberitaan itu, maka harus memberikan suatu contoh ketaatan terhadap UU dan produk hukum yang berlaku," katanya.

Menurut dia, langkah yang harus ditempuh sebagai pejabat negara bukan menyebarkan sikap represif kepada media massa tetapi mengadukan keberatan itu kepada Dewan Pers, atau melaporkan ke aparat hukum terkait kalau dianggap memfitnah atau mencemarkan nama baik.

"Bukan kemudian menyerukan kepada instansi Pemerintah untuk memboikot iklan," katanya.

Menurut dia, pernyataan Dipo Alam telah melenceng jauh dari fungsinya sebagai Sekretaris Kabinet.

Untuk itu, pihaknya meminta agar Dewan Pers mengundang Dipo Alam untuk melakukan klarifikasi terhadap pernyataannya.

Sementara itu aktivis Faisal Rahman dalam pertemuan tersebut mengungkapkan pernyataan Dipo Alam telah melanggar UU Pers No 40/1999 karena telah menghalang-halangi informasi dan kebebasan pers.

"Ini yang membuat saya tidak bisa memahami seorang pejabat berusaha menekan dengan kekuasaan dengan kepentingan-kepentingannya dengan asalan-alasan yang tidak jelas. Padahal UU itu sendiri mengatur ada hak jawab atau kalau tidak mengadu ke Dewan Pers," katanya.
(M041/B013)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011