Menurut Faisal, kebijakan menaikkan harga BBM akan lebih terukur dampaknya daripada kebijakan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi.
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi UI Faisal Basri mengatakan bahwa pembatasan konsumsi BBM bersubsidi maupun kenaikan harga BBM sama-sama akan berdampak terhadap inflasi sehingga pemerintah harus tepat menentukan kebijakan.

"Pembatasan konsumsi BBM juga menyebabkan inflasi, kalau masyarakat biasanya beli premium Rp4.500 kemudian harus beralih ke Pertamax yang Rp8.500 per liter, itu kan juga kenaikan yang justru lebih besar," kata Faisal Basri di Jakarta, Kamis.

Menurut Faisal, kebijakan menaikkan harga BBM akan lebih terukur dampaknya daripada kebijakan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi.

"Lebih simple dengan kenaikan misalnya Rp1.000 per liter, ini menyebabkan subsidi turun sehingga ada penghematan sekitar Rp20 triliun," katanya.

Ia menyebutkan, saat ini sekitar 50 persen BBM bersubsidi dikonsumsi oleh sepeda motor padahal direncanakan sepeda motor bukan termasuk yang akan dibatasi konsumsinya. Sementara untuk angkutan umum perkotaan (angkot) hanya akan dijatah sekitar 40 liter per hari. Jumlah itu sangat minim sehingga akan mendorong awak angkot enggan bekerja.

"Menurut saya pembatasan konsumsi BBM lebih banyak dampak buruknya. Jumlah yang dihemat tidak akan sebanding dengan dampak buruk akibat kebijakan ini," katanya.

Faisal berpendapat bahwa kenaikan Rp1.000 per liter bagi sepeda motor relatif kecil dibandingkan dengan kenaikan harga beras yang terjadi akhir-akhir ini.

"Jadi mengapa BBM di sini jadi seperti hantu padahal di negara lain tidak. Di Filipina misalnya harga bisa naik turun hanya dalam hitungan hari," katanya.

Faisal setuju bahwa pemerintah harus turut mengendalikan harga BBM di dalam negeri karena jika dilepas sesuai mekanisme pasar akan berdampak sangat buruk.

"Kalau dilepas pada mekanisme pasar memang harganya akan tidak karu-karuan, pemerintah harus menjaga agar harga BBM bertahan pada kisaran tertentu, bukan ditahan pada satu harga tertentu," katanya.

Terkait kebijakan BBM ini, Faisal juga mengingatkan agar pemerintah segera memutuskan kebijakan yang ditempuh menyusul harga minyak dunia yang semakin meningkat.

"Setiap keputusan ada resikonya, tidak membuat keputusan atau menunda-nunda saja juga ada ongkosnya bahkan lebih mahal," katanya.

Ia menyebutkan, konflik di Timur Tengah sebagai kawasan penghasil utama minyak akan berdampak pada kenaikan harga minyak dunia.

"Jangan kaget kalau harga minyak bisa sampai di atas 100 dolar AS per barel bahkan bisa tembus 145 dolar AS per barel jika gejolak politik meluas ke Iran dan negara penghasil utama minyak lainnya," kata Faisal.(T.A039/H002)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2011