Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (IKABI) didukung Essity Indonesia pada Kamis meluncurkan panduan praktis klinik, Clinical Practice Guideline (CPG), Infeksi Daerah Operasi (IDO) sebagai panduan untuk menyelaraskan persepsi dan keseragaman tata laksana bedah sehingga dapat menurunkan IDO di Indonesia.

"Merupakan kegembiraan bagi kami, IKABI, dapat memberikan buah pemikiran untuk menyatukan persamaan pendapat yang tertuang dalam bentuk panduan tata laksana bagi dokter spesialis bedah atau dokter spesialis lain di seluruh Indonesia," kata dokter spesialis bedah saraf sekaligus ketua IKABI Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS(K), dalam virtual media gathering, Kamis.

Baca juga: Dokter bedah beri tips mengatasi nyeri lutut di masa pandemi

dr. Syahrifil Syahar, Sp.B(K), FINACS, yang merupakan Ketua Tim Editor CPG IDO mengatakan, tim penyusunan CPG IDO terdiri dari 13 dokter bedah perwakilan Organisasi Profesi di Lingkungan Bedah (OPLB) di berbagai daerah di Indonesia yang ditunjuk IKABI.

"Tim penyusun resmi mulai bekerja sejak Desember 2020, walaupun di tengah pandemi kegiatan penyusunan terus berlangsung baik dan selesai pada Mei 2021. Kami melakukan review intensif terhadap lebih 275 artikel penelitian ilmiah dan guideline terkait IDO yang dimuat dalam publikasi ilmiah dari seluruh dunia," tutur dr. Syahar.

Kemudian, kata dia, tahap akhir penyusunan CPG IDO melibatkan pihak eksternal sebagai peninjau materi sebelum resmi ditetapkan.

CPG tersusun dalam lima bagian besar, menghasilkan 47 pertanyaan yang dilengkapi dengan rekomendasi tindakan. Adapun pokok bahasan CPG meliputi pencegahan dan tata laksana mulai dari prabedah, intrabedah, dan pascabedah.

"Beberapa hal yang berhubungan dengan meningkatnya kejadian IDO juga dijabarkan dalam CPG IDO ini," tambah dr. Syahar.

Baca juga: Sosok dokter bedah plastik yang mengoperasi hidung Jaksa Pinangki

Hingga saat ini, dr. Andi mengatakan bahwa insiden IDO masih menjadi masalah serius dan penuh tantangan bagi para dokter spesialis bedah khususnya di negara berkembang, serta menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas yang signifikan setelah operasi.

Mengutip laporan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo tahun 2013, dr. Andi mamaparkan bahwa insiden IDO pada bedah abdomen sebesar 7,2 persen dan tahun 2020 dilaporkan 3,4 persen. Namun, dia menilai data pelaporan insiden IDO di Indonesia masih perlu ditingkatkan.

Komplikasi akibat IDO, lanjutnya, dapat memperburuk kondisi pasien, menyebabkan tambahan biaya perawatan, dan ancaman meningkatnya resistensi antibiotik bahkan kematian.

"IDO menyebabkan kematian tiga kali lipat lebih tinggi. Beban biaya juga menjadi lebih tinggi karena durasi rawat inap yang lebih lama dan diperlukannya intervensi medis tambahan seperti operasi ulang," tambah dr. Andi.


Baca juga: Beda pandangan Tompi dengan dokter bedah plastik Korea

Baca juga: Operasi hidung pakai tulang iga tren bedah plastik 2019

Baca juga: Perapi imbau masyarakat bijak memilih dokter bedah

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021