sepatutnya segenap bangsa Indonesia memandang seluruh agama dan kepercayaan memiliki posisi setara dan diakui.
Jakarta (ANTARA) - Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam berharap kepada seluruh masyarakat, khususnya mahasiswa untuk menghentikan introdusir terkait enam agama resmi yang diakui di Indonesia agar terhindar dari tindakan diskriminasi.

“Kalau kita bolak-balik membicarakan enam agama resmi yang diakui di Indonesia, yang ada adalah kita juga sedang mengintrodusir diskriminasi,” ujar Choirul Anam saat menjadi pemateri dalam kuliah umum hukum hak asasi manusia secara daring bertajuk “Mekanisme Penyelidikan Kasus Pelanggaran HAM Berat” yang diunggah di kanal YouTube FHUB Official, dipantau dari Jakarta, Jumat.

Menurutnya, kekeliruan terhadap pemahaman terbatasnya enam agama resmi di Indonesia telah diluruskan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 terkait Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Penetapan Presiden Republik Indonesia (PNPS) Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Menurut pertimbangan Mahkamah Konstitusi, penjelasan Pasal 1 UU PNPS Nomor 1 Tahun 1965 tentang agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu (Confusius) bukan berarti mematikan kemajemukan agama yang ada di Tanah Air. Semua penganut agama ataupun kepercayaan di Indonesia berhak mendapat pengakuan dan jaminan perlindungan yang sama.

Pernyataan dan penyebutan agama-agama dalam penjelasan tersebut sekadar pengakuan secara faktual dan sosiologis terhadap keberadaan berbagai agama di Indonesia pada saat undang-undang itu dirumuskan.

“Secara substansinya, keberadaan soal pengakuan enam agama tersebut tidak menutup pengakuan bagi kelompok-kelompok agama lain atau penghayat kepercayaan lain,” kata Choirul Anam.

Untuk itu, ia kembali menekankan kepada masyarakat di Indonesia, agar tidak membudayakan kembali pembicaraan seputar enam agama resmi yang diakui oleh negara.

“Kata-kata enam agama yang diakui atau sekian agama itu menyakitkan,” ujarnya.

Kemudian dalam kuliah umum yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Brawijaya itu, Choirul Anam juga mengatakan hal penting lainnya untuk dipahami adalah agama dan kepercayaan berada pada posisi yang setara dalam instrumen HAM, meskipun keduanya memiliki perbedaan definisi.

Definisi agama secara umum, ujar Choirul Anam, adalah ajaran yang memiliki kitab suci, nabi, dan ketentuan lainnya, sedangkan kelompok penganut kepercayaan tidak memiliki itu, tetapi mempunyai keyakinan terhadap sesuatu yang dipercayai.

Untuk itu, sudah sepatutnya segenap bangsa Indonesia memandang seluruh agama dan kepercayaan memiliki posisi yang setara dan diakui.
Baca juga: Imparsial ingatkan pendidikan HAM penting jamin kebebasan beragama
Baca juga: SETARA catat 422 tindakan pelanggaran KBB sepanjang 2020

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021