Jakarta (ANTARA) - Seragam putih lusuh sudah kekuningan masih terpakai dengan sedikit guratan benang sudah terlepas dari jahitannya di lengan sebelah kanan. Memegang plastik berisikan minuman dingin nampak mampu mengobati dahaga di antara masa hari dalam sorotan terik surya, di suatu kampung yang berada di tengah laut.

“Kalau malam belajar ya gelap, kadang tidak berani karena gelap, tapi sekarang sudah nggak, ada lampu, bisa kerjain PR,” kata Arif Yahya, pemilik seragam putih kekuningan yang wajib dikenakan anak sekolah dasar.

Arif antusias dengan kedatangan sejumlah orang yang ternyata memiliki jasa, atas peran nyala pijar lampunya di malam hari, sebab kampungnya berada di pulau kecil diantara lautan lepas, tentu saja akses suplai listrik tidak sebanyak kawan-kawannya yang berada di pulau provinsi.

Semangat Arif turut menyala dari daerah terpencil atau terisolasi di Dusun Bondan, Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, tentu saja aliran listrik itu bukan hanya untuk menyibak gulita malam, tapi akan banyak dampak ekonomi juga muncul dari pijar lampu Arif.

Kadang, lampu minyak terpaksa menjadi pilihan, bukan karena ketidakmampuan secara ekonomi ataupun kesederhanaan, namun disebabkan tidak adanya instalasi listrik di desa Arif yang cukup mumpuni untuk menyalakan sebuah lampu.

Hal yang sama terjadi di tempat Arif menimba ilmu, yang meski dari segi gedung tak memperlihatkan kereotan ataupun kondisi fisik tak memadai, bangunan sudah dari dinding bata dan beratap genteng serta alas keramik. Namun, lagi-lagi daerah yang nyaris terisolasi membuat semua fasilitas serba minim, bahkan untuk menyalakan sebuah lampu.

Arif dan kawan-kawannya tidak tinggal berdekatan di antara jarak rumah dan sekolah, siswa lainnya bahkan harus menunggu sampan yang lewat untuk menuju ke sekolah sejak pagi melewati rawa-rawa dan sungai yang lebar diantara Segara Anakan dekat Pulau Nusa Kambangan.

Butuh waktu hampir dua jam melalui jalur laut dari Dermaga Sleko, Cilacap menuju kawasan terpencil Kampung Laut. Ketika keadaan air sedang surut, harus berganti dari kapal bermotor menuju sampan yang lebih kecil untuk melewati rawa-rawa pohon bakau khas pesisir.

Berdasarkan lokasinya Dusun Bondan memang termasuk pelosok. Untuk menjangkau dusun ini harus menggunakan perahu compreng atau kapal kecil dengan jarak tempuh sekitar 2,5-3 jam dari Dermaga Sleko, Cilacap. Dusun Bondan dihuni sekitar 72 kepala keluarga (KK) yang hampir seluruhnya belum menikmati layanan PLN.

Saat malam datang, dusun gelap. Kalau pun ada penerangan, hanya terbatas. Sebagai upaya menerangi rumah mereka, sejumlah warga menarik kabel dari desa lain untuk mengalirkan listrik PLN dengan jarak hingga 5 kilometer. Tetapi nyala lampu menjadi byar pet karena terlalu jauh Jaraknya. Sebagian warga lainnya masih menggunakan pelita minyak tanah untuk penerangan di kala malam.

Hal baik, datang dari PT Pertamina (Persero) yang telah mengembangkan program inovasi energi terbarukan berbasis masyarakat sesuai standar ISO 26000 melalui program E-mas Bayu (Energi Mandiri Tenaga Surya dan Angin) dan E-mba Mina (Energi Mandiri Tambak Ikan) di salah satu tempat terpencil atau terisolasi seperti di Dusun Bondan. Kedua program ini dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan listrik dan ekonomi masyarakat sekitar.

Dampak Ekonomi

Melalui program E-mas Bayu, Pertamina membangun jaringan listrik off-grid atau jaringan yang tidak masuk ke jaringan listrik PLN. Melalui program ini Dusun Bondan mampu menjadi kawasan mandiri energi terbarukan yang mampu menghasilkan daya sebesar 12.000 WP.

Masyarakat di Dusun Bodan telah merasakan dampak positif yang dihasilkan oleh program E-mas Bayu. Di antaranya adalah pengaliran energi baru dan terbarukan ke 78 rumah tangga, 1 sekolah, 1 masjid, dan 2 rumah produksi. Energi mandiri tenaga surya dan angin sudah mencover setidaknya 98 persen dari wilayah desa.

Selain program E-mas Bayu, Pertamina juga menjalankan program E-mbak Mina atau Energi Mandiri Tambak Ikan. Melalui program E-mbak mina masyarakat di Dusun Bondan dapat menghasilkan 160 kg bandeng, 50 kg udang, 20 kg kepiting per bulan serta memunculkan 2 kegiatan ekonomi kreatif, yaitu Ibu Mandiri dan Ibu Mekar Jaya.

Adapun pada program ini, Pertamina telah berhasil meningkatkan taraf hidup ekonomi masyarakat secara berkelanjutan. Antara lain, penghematan pengeluaran sebesar 75 persen dari Rp 9.600.000 menjadi Rp 2.400.000 per tahun, peningkatan pendapatan sebesar 75 persen (Rp 18.000.000 per anggota kelompok/tahun) serta pemanfaatan hasil tambak hingga menghasilkan 1.920 kg bandeng, 600 kg udang, dan 240 kg kepiting/tahun.

Senior Vice President Corporate Communications dan Investor Relations Pertamina, Agus Suprijanto mengatakan, Pertamina akan terus mendukung program-program pengembangan energi baru dan terbarukan seperti E-mas Bayu dan E-Mbak Mina.

“Pengembangan energi baru dan terbarukan dilakukan dengan kolaborasi bersama Pemerintah Daerah serta mendukung implementasi SDGs poin ke 7 dan 8 yakni menyediakan energi bersih dan terjangkau, serta memberikan pekerjaan layak, mendukung perekonomian dan kemandirian masyarakat,” ujar Agus.

Pengembangan energi terbarukan merupakan komitmen Pertamina mendukung Pemerintah untuk meningkatkan bauran energi dan mempersiapkan transisi energi di masa depan, sebagai aksi meminimalkan perubahan iklim sebagai bagian dari implementasi ESG (Environment, Social, dan Governance) yang mendukung upaya pengembangan bisnis energi yang berkelanjutan.

Inovasi energi terbarukan disesuaikan dengan kondisi alam desa di tengah laut tersebut. Pilihan model hibrida pembangkit angin dan panel surya adalah mengingat kondisi alam desa. Jika pada siang hari, panas sangat terik, namun angin tidak kencang, sehingga panel surya mampu bekerja maksimal.

Begitupun sebaliknya pada malam hari, angin kencang namun tidak ada terik matahari, sehingga kincir angin akan mengambil alih peran pembangkit energi.

Teknik hibrida pembangkit energi tersebut, memiliki kapasitas yang dihasilkan dari gabungan inovasi sebesar 850 WB, atau setara menyalakan sebanyak lima lampu yang memiliki daya masing-masing lima watt dalam satu waktu.

Baca juga: Lampu tenaga surya akan terangi 40 distrik terisolir Yahukimo

Baca juga: Kaltara bangun PLTS terpusat di wilayah terisolir


Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021