Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengatakan, opsi pengaturan BBM bersubsidi dengan menaikkan harga premium sebesar Rp500 per liter dengan "cashback" untuk angkutan umum merupakan pilihan yang paling mudah dilakukan.

Namun, opsi tersebut juga melahirkan kemungkinan dampak inflasi yang cukup besar karena ada dampak tidak langsung kepada kenaikan harga barang, katanya di Jakarta, Rabu.

"Kalau saya memilih gampang premium dinaikkan, karena tidak ada `moral hazard`, apalagi kalau dilengkapi dengan `cashback` untuk sektor produksi. Namun walau bagaimanapun (opsi) itu (menimbulkan) dampak yang terbesar, karena ada dampak langsung dan tidak langsung," ujarnya.

Untuk opsi kedua, yaitu perpindahan dari pengguna kendaraan pribadi yang menggunakan premium ke pertamax dengan harga pertamax dipatok pada harga Rp8.000, Rusman mengatakan hanya akan memberikan tekanan terhadap inflasi sekali saat kebijakan tersebut dilakukan.

"Kalau pembatasan itu hanya ada dampak langsung artinya konsumen disuruh beli Pertamax tapi sepanjang angkutan umum tidak naik, dia masih boleh menikmati BBM bersubsidi, berarti tidak ada `multiplier effect`," ujarnya.

Sementara untuk opsi terakhir, yaitu pembatasan BBM dengan sistem kendali penjatahan, Rusman menilai hal tersebut masih sulit dilakukan dalam waktu dekat.

Menurut dia, kebijakan pengaturan BBM bersubsidi tersebut lebih ideal apabila dilakukan pada bulan dengan potensi inflasi rendah sekitar Maret hingga Mei 2011.

"Juni itu kita sudah dihadang anak sekolah, Juli sudah puasa lagi, tambah repot itu. (September) tambah lagi, sudah Lebaran itu, orang mau pulang kampung mengisi bensin saja tidak kuat buat motornya," ujarnya.

Ia menambahkan, waktu yang dirasa paling tepat untuk memulai kebijakan ini adalah pada rencana semula yaitu April karena para petani sedang merasakan hasil panen dan tekanan terhadap inflasi dari harga komoditas pangan seperti beras juga mulai melandai.

"Iya itu pas itu, petani juga lagi `happy` panen, harga gabah di atas HPP (harga pembelian pemerintah), `kan enak begitu," ujarnya.(*)

(T.S034/A035)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011